Bolu (Abon Lemuru) Bagi Ibu Hamil Dengan Riwayat Hipertensi Untuk Mencegah Preeklampsia Di Kabupaten Jember

BOLU (ABON LEMURU) BAGI IBU HAMIL DENGAN  RIWAYAT HIPERTENSI UNTUK MENCEGAH PREEKLAMPSIA

DI KABUPATEN JEMBER

Quritaayun Zendikia Luckita, Asihanti Rosita Ferdiana

 Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Jawa Timur – Indonesia

Saat ini dunia masih memikul beban tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Setiap menit diperkirakan seorang ibu meninggal dikarenakan hal-hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Secara keseluruhan tercatat setiap tahunnya sekitar 585.000 wanita di dunia meninggal akibat kehamilan dan persalinan, di mana 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia.Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian maternal di Indonesia sebesar 228/100.000 kelahiran hidup.Memang sungguh mengejutkan hasil survey tersebut. Namun sayangnya, di saat semakin banyak ibu yang meregang nyawa di kamar bersalin, kita justru makin menyibukkan diri dengan kasus-kasus politik bernuansa korupsi yang makin mewarnai negeri ini.

Hasil survey lain yang tak kalah mengejutkan adalah, dari seluruh penyebab kematian maternal di Indonesia, Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001 mencatat penyebab utama kematian ibu selain perdarahan adalah preeklampsia dengan presentase sebesar 24%. Kasus preeklampsia sendiri terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia dengan angka kejadian preeklampsia yang cukup tinggi adalah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dari data yang tercatat di bagian rekam medis dan SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soebandi Jember pada periode 1 Januari-31 Desember 2005, didapatkan 98 kasus preeklampsia. Jika mengamati belum munculnya keseriusan pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait dalam menangani kasus ini, maka angka ini diperkirakan akan terus meningkat.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kasus preeklampsia di Kabupaten Jember, penulis akan mengulas sekelumit potensi alam dan kehidupan sosial budaya masyarakat yang dapat mendasari tingginya angka preeklampsia di kota ini.

“ Kabupaten Jember yang selama ini terkenal sebagai daerah agroindustri karena keunggulannya dalam sektor pertanian dan perkebunan, ternyata memiliki potensi lain di sektor perikanan dan kelautan yang cukup melimpah. Hal ini dikarenakan Jember berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di sebelah selatan. Letak geografis ini menjadikan Jember memiliki hamparan pantai dan laut luas yang bukan hanya memanjakan mata penikmatnya, namun juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah melalui berbagai hasil laut, salah satunya adalah hasil tangkapan ikan. Sentra produksi komoditi ikan tangkap yang paling terkenal di Jember adalah Puger. Selanjutnya, jika ditinjau dari segi demografi di wilayah Jember, suku Madura merupakan penduduk mayoritas daerah berjuluk “Kota Suwar-suwir” ini. Berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat Madura yang notabene kehidupannya sangat dekat dan bergantung dengan laut memiliki kecenderungan gemar mengkonsumsi “makanan asin”. Hampir dapat dipastikan mereka menggunakan lebih banyak garam dalam setiap makanan yang dikonsumsi.”

Menanggapi ulasan diatas, maka tidak mengherankan jika tingginya konsumsi garam oleh masyarakat Jember akan berdampak pada naiknya prevalensi hipertensi di wilayah ini. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kelebihan garam akan menyebabkan peningkatan osmolalitas yang akan diikuti dengan peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Oleh karena hipertensi menjadi salah satu faktor risiko preeklampsia, maka mata rantai insiden preeklampsia di Jember masih sangat sulit diputus. Akan tetapi, hal ini seharusnya tak lantas membuat kita putus asa, namun hendaknya menjadi tanggung jawab yang senantiasa diperjuangkan. Begitu pun bagi penulis sebagai calon-calon tenaga medis yang nantinya akan on the spot menangani masalah-masalah kesehatan semacam ini. Terlebih pemerintah telah berkomitmen dalam Millenium Development Goals (MDGs) untuk mencapai target penurunan AKI dan peningkatan kesehatan ibu yang harus segera diwujudkan di tahun 2015.

Sebagai penyebab utama kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan, preeklampsia masih menjadi momok bagi setiap ibu hamil. Namun bukan hanya bagi ibu hamil, tenaga medis yang terlibat dalam penanganan kesehatan ibu hamil, seperti bidan dan dokter pun, dibuat pusing dalam mendiagnosis munculnya penyakit ini. Hal tersebut dikarenakan penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui, sehingga preeklampsia disebut sebagai “the disease of theory”. Secara teori, preeklampsia diklasifikasikan sebagai salah satu jenis hipertensi pada kehamilan, yaitu ketika tekanan darah ibu mencapai 140/90 mmHg  yang disertai dengan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua-triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

Tingginya prevalensi hipertensi di Jember termasuk pada ibu hamil harus segera diatasi dengan berbagai cara untuk mengurangi risiko kejadian preeklampsia. Salah satu saran yang sampai saat ini masih dianjurkan oleh tenaga medis pada umumnya kepada ibu hamil dengan riwayat hipertensi adalah melalui restriksi garam. Namun sebenarnya langkah ini tidak mutlak dilakukan sepanjang ibu hamil telah mengkonsumsi garam sesuai angka idealnya yaitu 4-6 gram garam dapur (NaCl)/hari, serta tidak ada riwayat hipertensi dan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dikarenakan janin masih membutuhkan garam untuk pertumbuhannya.

Seperti yang telah dibahas di awal bahwa penduduk mayoritas  di Jember adalah suku Madura yang gemar mengkonsumsi “makanan asin”, maka solusi restriksi garam ini agaknya sulit diwujudkan secara optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi lain yang lebih sesuai dengan potensi alam dan situasi sosial budaya masyarakat Jember. Gagasan yang penulis tawarkan adalah melalui pemanfaatan ikan lemuru (Sardinella longiceps)sebagai alternatif olahan pangan dalam bentuk abon yang penulis sebut sebagai BOLU (Abon Lemuru). Beberapa alasan penulis mengangkat inovasi ini adalah sebagai berikut.

Pertama, potensi unggulan sektor perikanan telah menjadikan Jember sebagai wilayah pengembangan penanaman modal I sektor perikanan Jawa Timur dengan potensi unggulan perikanan laut dan budidaya kolam. Ikan lemuru (Sardinella longiceps) merupakan hasil laut yang jumlahnya melimpah di Jember, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan ikan ini dengan harga yang terjangkau. Di pasaran Jember sendiri, ikan lemuru (Sardinella longiceps) dapat diperoleh dengan harga sekitar Rp 2.500,00/kg sampai Rp 4.000,00/kg.

Kedua, ikan lemuru (Sardinella longiceps) memiliki banyak kandungan gizi yang sangat baik bagi kesehatan ibu maupun perkembangan janin, antara lain energi, lemak, protein, air, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, thiamin, riboflavin, dan niasin. Secara teori, kandungan kalsium yang tinggi berperan dalam pencegahan preeklampsia. Kalsium yang terdapat pada ikan lemuru (Sardinella longiceps) lebih tinggi dalam bentuk kering daripada dalam bentuk segar. Hal inilah yang mendasari penulis menyarankan konsumsi ikan lemuru (Sardinella longiceps) dalam bentuk abon. Selain itu,BOLU (Abon Lemuru) ini tidak memiliki kandungan natrium, sehingga tidak mampu untuk membentuk garam (NaCl). Jadi, konsumsi BOLU (Abon Lemuru) dalam jumlah banyak pun, tidak akan memberikan efek negatif terutama bagi mereka yang hipertensi.

 Ketiga, alat dan bahannya mudah didapat dan harganya terjangkau. Alat yang dibutuhkan dalam pembuatan BOLU (Abon Lemuru) antara lain pisau, talenan, baskom, garpu, penggorengan (wajan), panci, alat penghancur bumbu (cobek), dan parutan. Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain gas, minyak goreng, 1 kg ikan lemuru, 1/4 ons bawang merah, 1/4 ons bawang putih, 1 gram ketumbar, lengkuas, 1 lembar daun salam, sereh, 70 gram gula pasir, 1 butir asam jawa, dan 1 gelas santan. Berdasarkan bahan-bahan yang telah ditentukan tersebut, maka perkiraan anggaran untuk membuat BOLU (Abon Lemuru) adalah sekitar Rp 15.000,00 / kg ikan lemuru.

Berikutnya, cara pengolahannya mudah dan sederhana. Sebagai langkah awal untuk membuat BOLU (Abon Lemuru), ikan segar yang telah dibeli kemudian dibuang bagian kepala, ekor, sisik, dan isi perutnya lalu cuci sampai bersih. Kukus ikan sampai matang kemudian diamkan sampai cukup kering. Setelah ikan cukup kering, pisahkan daging ikan dari tulang dan durinya lalu cabik-cabik dengan garpu hingga berbentuk seperti serat halus. Setelah ikan sudah selesai diolah, maka selanjutnya lakukan pengolahan terhadap bumbu masakan. Haluskan bawang putih, bawang merah dan ketumbar lalu tumis dalam penggorengan. Setelah dirasa cukup, masukkan santan kental dan tambahkan lengkuas, gula pasir, asam jawa, sereh dan daun salam. Panaskan semua bahan tersebut hingga mendidih sambil diaduk-aduk sampai santan tinggal setengah. Setelah itu, masukkan serat-serat daging ikan sedikit demi sedikit ke dalam santan sambil terus diaduk sampai kering.

Penggorengan selesai apabila abon sudah benar-benar kering, diraba sudah kemersik, dan berwarna coklat. Langkah terakhir, tiriskan dan dinginkan BOLU (Abon Lemuru) kemudian simpan dalam wadah yang tertutup. Namun jika ingin mengonsumsi langsung, BOLU (Abon Lemuru ) dapat disantap bersama nasi atau dapat juga dikombinasikan dengan bahan makanan yang lain seperti roti dan bubur ayam. Konsumsi BOLU (Abon Lemuru) ini tidak terbatas, dapat disesuaikan dengan selera masing-masing. Selain itu, dengan bentuknya yang kering, BOLU (Abon Lemuru) dapat disimpan dan dikonsumsi dalam jangka waktu yang relatif lama.

 Selain itu, pemanfaatan ikan lemuru (Sardinella longiceps) sebagai abon ini membuka peluang usaha bagi masyarakat Jember. Sejauh ini, masyarakat Jember hanya memanfaatkan ikan lemuru (Sardinella longiceps) melalui produk minyak ikan atau dengan pengolahan sederhana seperti digoreng atau dipepes. Dengan adanya peluang usaha ini, diharapkan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jember dapat tumbuh lebih subur dan variasi olahan ikan lemuru (Sardinella longiceps) dapat terus berkembang sehingga menghindari rasa bosan bagi penikmat jenis ikan pelagis (ikan yg hidup permukaan perairan pantai) ini.

BOLU (Abon Lemuru) ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif panganan sehat bagi masyarakat. Bagi ibu hamil, BOLU (Abon Lemuru) sangat baik untuk mencegah preeklampsia dan pertumbuhan janin melalui kandungan omega-3. BOLU (Abon Lemuru) ini tentunya juga sangat cocok dinikmati oleh anggota keluarga yang lain karena rasanya yang nikmat dan kandungan gizinya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh anak maupun dewasa.

Pemerintah Kabupaten Jember hendaknya semakin merapatkan barisan dengan pihak-pihak yang terkait seperti Dinas Kesehatan untuk menurunkan AKI. Selain itu, bukan tidak mungkin jika kerja sama lintas sektoral tersebut diperluas dengan pihak-pihak yang terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan untuk semakin meningkatkan potensi hasil laut demi peningkatan nilai gizi masyarakat. Peran aktif  bidan, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat diperlukan dalam memberikan edukasi kepada ibu hamil untuk senantiasa menjaga asupan nutrisi. Karena pada dasarnya, masalah defisiensi gizi di Jember sendiri masih menjadi faktor yang memegang peranan sangat penting dalam terjadinya berbagai kasus kematian ibu.

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan. Oleh karena itu, penurunan AKI harus selalu diupayakan sekuat tenaga. Dengan niat dan semangat yang tak kenal lelah, disertai kerja sama yang sinergis antara pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak yang terkait, penulis meyakini kesuksesan tercapainya MDGs untuk menurunkan AKI ini akan segera terwujud.

Referensi Tulisan

Anonim.1999. Keselamatan Ibu: Keberhasilan dan Tantangan. OutLook. Edisi Khusus Keselamatan Ibu.Volume 16.

Anonim.2000.Abon Ikan. Jakarta: Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Kurniawati, Reni.2008.Gambaran Karakteristik Pasien Pre-eklampsia dan Hasil Keluaran di RSUD dr. Soebandi Jember Periode 1 Januari – 31 Desember 2005.Jember:Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Prawirohardjo, Sarwono.2009.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.