BAB X INTEGRASI PENGIDERAAN JAUH DENGAN SIG DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SPASIAL

BAB X INTEGRASI PENGIDERAAN JAUH DENGAN SIG DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SPASIAL

10.1. Pendahuluan
Membicarakan penginderaan jauh saat ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sistem informasi geografi. Ciri utama penginderaan jauh adalah kemampuannya menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam jumlah besar. Pemanfaatan jumlah data spasial yang besar tersebut akan tergantung pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya menjadi informasi yang berguna.
Sarana utama untuk penanganan data spasial adalah SIG. SIG didisain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber, penyimpanannya, dan mengolah serta menganalisisnya sesuai kebutuhan pemakai. Dengan perkataan lain SIG akan memberi nilai tambah pada kemampuan inderaja yang tinggi dalam menangkap data. Pada awalnya produk penginderaan jauhlah yang ditekankan sebagai salah satu sumber utama data dalam SIG, akan tetapi kemudian terjadi perkembangan sebaliknya, justru data lain dalam SIG juga dapat menjadi sumber bagi pengolahan data penginderaan jauh.
Kemampuan SIG dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan beberapa perangkat lunak lain yang sudah dikenal umum, seperti pengolahan data atribut dan pembuatan disain peta oleh karena itu bukan merupakan ciri penting pada SIG. Ciri utama SIG adalah kemampuannya mengintegrasikan data, baik yang sejenis maupun gabungan data spasial dengan non-spasial, dan sebagai decision support sistems yang termasuk pengintegrasian data berreferensi geografi untuk pemecahan masalah lingkungan (Cowen, 1990). Khususnya untuk integrasi data spasial biasanya memerlukan keselarasan skala bahkan sering diperlukan proses trasformasi skala, baik ke skala baku atau ke salah satu skala peta sasaran (Marble, 1989).
Perkembangan pemasukan data yang bersifat ruang lain, yang berdimensi satu seperti sistem posisi global (Global Positioning Sistem -GPS), juga sangat nyata merubah konsep pengambilan data obyek di permukaan bumi. Seperti telah dibicarakan pada bab pemasukan data, bentuk pemasukan data dari GPS ini sudah sangat menonjol peranannya seperti halnya teknologi penginderaan jauh maupun SIG itu sendiri. Salah satu bentuk data GPS adalah berbentuk titik tinggi dan kordinat, yang selanjutnya dapat diinterpolasikan pada sebagian
besar SIG. dalam SIG juga tersedia berbagai pilihan metoda yang diperlukan untuk pengolahan data tersebut.sehingga dalam hal iniintegrasi teknologi GPS dengan SIG juga sangat terlihat manfaatnya. Pada bagian berkut ini akan dibahas lebih banyak mengenai teknologi penginderaan jauh dalam integrsinya dengan SIG dan secara singkat integrasi GPS dalam SIG atau penginderaan jauh.
10.2. Teknologi Penginderaan Jauh
Teknologi penginderaan jauh berkembang dalam dua periode yaitu sebelum 1972-an , dimana foto udara merupakan intinya, kemudian setelah tahun 1972-an pada waktu mulai berkembangnya citra satelit. Perkembangan lebih lanjut yang masih berjalan sampai pada saat ini adalah citra radar, dimana sumber energinya bersifat aktif sehingga dapat dioperasikan pada siang dan malam, dan bertambahnya penekanan pada data spasial yang bersifat dijital bagi semua bentuk data. Hal terakhir ini berkaitan erat dengan kemajuan pesat yang pada teknologi komputer dijital.
Rekaman data dijital tidak dapat dilihat langsung seperti citra pictorial, untuk pemanfaatannya harus diproses dengan menggunakan komputer dan dari hasil ini baru kemudian dapat diinterpretasi. Produk dalam bentuk kasat mata hasil pengolahan komputer cepat diinterpretasi dengan menekankan pada kemampuan manusia (cara subjektif) yang disebut sebagai cara interpretasi citra manual atau dengan menggunakan sepenuhnya teknik komputer. Pengolahan citra cara kedua sering disebut juga sebagai analisis citra secara otomatis, walaupu masih tetap ada tahap yang memerlukan kemampuan manusia.
Aspek penting lain dalam perkembangan penginderaan jauh adalah penggunaan satelit yang mengorbit bumi secara terus menerus sehingga mampu merekam data sesaat secara berulang-ulang dalam luasan yang sangat besar (synoptic). Untuk mempermudah beberapa pengertian penginderaan jauh maka dibagian berikut akan dibedakan antara sistem fotografik yang menghasilkan citra analog dari sistem non-fotografik yang umumnya menghasilkan data dijital. Ciri lain dari sistem non-fotografik adalah kemampuannya dalam merekam data pada panjang gelombang yang lebih besar dan menerima radiasi obyek, dan sistem diteksinya melalui sistem antena yang selanjutnya dikonversi ke signal elektronik. Walaupun demikian setelah tahun 1990 produk fotopun juga sudah mulai diarahkan ke bentuk dijital baik yang bersifat langsung, seperti pemotretan dijital maupun secara tidak langsung seperti pengkonversian data foto analog menjadi idjital melalui proses penyiaman (scaning).
10.2.1. Sistem Fotografik
Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang di dalam merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film sebagai detektor, serta memanfaatkan tenaga elektromagnetik. Perekaman obyek atau pemotrentan dapat dilakukan dari udara maupun dari antariksa. Hasil rekamannya setelah diproses menjadi foto udara atau foto satelit. Penginderaan jauh fotografik pada umumnya menggunakan tenaga alamiah. Matahari merupakan sumber tenaga yang utama, sedangkan sinar bulan dan sinar buatan bisa digunakan pada waktu malam hari. Obyek yang digambarkan pada foto udara terbatas pada obyek yang tampak, yaitu obyek di permukaan bumi yang tidak terlindung oleh obyek lainnya. Obyek di bawah permukaan tanah yang tertutup oleh vegetasi tidak dapat tergambar pada foto udara. Meskipun demikian, ada obyek tak tampak tetapi dapat ditafsirkan berdasarkan obyek yang tampak. Sebagai contoh, jenis batuan yang dapat ditafsirkan berdasarkan topografi, pola aliran, dan vegetasi penutupnya..
Sistem fotografik merekam data terutama pada panjang gelombang kasat mata (400-700nM), sedikit ke arah gelombang pendek sampai ultra violet (400-300nM) dan sedikit jauh ke arah gelombang lebih panjang infra merah dekat (900 nm dan pada beberapa eksperimen sudah sampai ke 1.100 nm). Tehnik pemrosesannya masih berupa proses yang bersifat dijital pada citra non-fotografis.
Sistem fotografik secara rinci tidak perlu dibahas terlalu jauh disini karena tersedia banyak buku-buku lain di pasaran yang mengulas topik ini. Hal penting yang perlu diingatkan dalam kaitan topik sekarang adalah adanya distorsi gambar secara geometri karena sistem proyeksinya yang bersifat radial (terpusat). Kelebihan sistem adalah adanya kemungkinan pandangan tiga dimensi, jika menggunakan teknik pengambilan secara tumpang-tindih dan diamati dengan bantuan alat stereoskop. Kemampuan yang disebut terakhi ini menambah kemudahan analisis kenampakan obyek secara tiga dimensi seperti keadaan sebenarnya yang kualitas geometri pada waktu interpretasi. Hal ini sangat bermanfaat pada aplikasi berbagai bidang ilmu kebumian seperti geologi dan geomorfologi.
10.2.2. Sensor Non-Fotografik
Pada mulanya, penginderaan jauh yang dikembangkan oleh para ahli adalah penginderaan jauh fotografik yang menggunakan spektrum tampak. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tenaga elektromagneetik yang dapat digunakan untuk
penginderaan jauh meluas ke spektrum yang tidak tampak oleh mata, yaitu spektrum inframerah. Sistem penginderaan jauh menggunakan tenaga gelombang mikro ini baru dikembangkan sejak tahun 1950-an. Penginderaan jauh dengan tenaga gelombang mikro merupakan sistem penginderaan jauh yang bisa beroperasi pada siang maupun malam hari pada segala cuaca. Ini berbeda dengan foto udara maupun citra inframerah termal yang keduanya tidak bisa dibuat pada daerah yang banyak tertutup oleh awan. Walaupun begitu, sistem penginderaan jauh ini memiliki kelemahan yaitu resolusi spasial yang rendah. Sensor penginderaan jauh ini terdiri dari dua jenis, yaitu radiometer dan penyiam. Penginderaan jauh yang menggunakan tenaga elektromagnetik pada gelombang mikro dibedakan atas dua sistem,
(1) sistem Pasif, dimana menggunakan gelombang mikro alamiah, (2) Sistem aktif, menggunakan gelombang mikro yang dibangkitkan pada sensor.
Sensor non-fotografik yang akan diuraiakan di bagian ini antara lain citra MSS dan TM dari landsat (Thematic Mapper), SPOT, NOAA, dan Radar. Beberapa sifat yang perlu diperhatikan adalah:
10.2.2.1. Sifat Kesensitifan Spektral (Resolusi Spektral)
Sifat kesensitifan spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan pada perekaman obyek. Umumnya setiap sensor yang dibawa berbagai wahana (platform) baik berupa pesawat maupun satelit mempunyai susunan panjang gelombang atau saluran yang diskrit dan khusus. Setiap saluran diskrit ini mempunyai respon tertentu terhadap obyek tertentu sehingga terbentuk respon yang khas pada rekaman data masing-masing sensor tersebut. Dalam pengolahan data penginderaan secara otomatis (dengan komputer) banyak bertumpu pada kemampuan ini yang disebut sebagai ciri-ciri spektral (spektralsignature) (Gambar 10-1).

Pengenalan ciri-ciri spektral akan memudahkan pengenalan obyek permukaan bumi. Sebagai contoh, pada citra MSS Landsat, nilai spektral air pada band infra-merah akan lebih rendah dibanding pada band merah dan hijau atau kenampakannya pada band infra merah lebih gelap dibandingkan kenampakan pada band yang lain. Sedangkan vegetasi secara umum mempunyai ciri kenampakan yang lain, yaitu nilainya tinggi pada band (pita) infra merah dan dibandingkan pada band yang lain. Untuk vegetasi yang berbeda karakteristik daunnya juga mempunyai sifat yang berbeda. Demikian juga obyek yang lain mempunyai ciri-ciri tertentu.
10.2.2.2. Ciri-ciri Spasial
Ciri-ciri spasial dalam cara inderaja umumnya dikaitkan dengan besarnya daerah cakupan suatu sistem tentang kenampakan permukaan bumi. Dalam hal ini yang paling dikenal ada dua aspek yaitu (1) scene yang merupakan ukuran total suatu satelit meliputi permukaan bumi, (2) piksel (pixel – picture element), yang merupakan ukuran minimum obyek yang dapat dikenali di permukaan bumi.
Semakin besar cakupan cara (scene) akan berimplikasi ke efisiensi pemantauan obyek permukaan bumi, biaya, dan seterusnya. Semakin kecil piksel suatu citra maka kenampakan obyek makin jelas atau detil.
Ukuran piksel pada prinsipnya dikontrol oleh IFOV (instantaneous field of view) yang merupakan sudut pandang yang diperoleh pada waktu pengamatan oleh detektor tunggal (pada sistem satelit tertentu) pada waktu tertentu. Banyak sistem non-fotografik memiliki unsur detektor ganda yang bekerja bersamaan pada waktu tertentu. Dalam pengertian SIG berbasis raster, piksel ini biasanya berkaitan dengan sel tunggal. Adanya berbagai sistem citra
satelit juga ditunjukkan denagn adanya perbedaan ukuran scene maupun ukuran piksel (Tabel 10-1).
10.2.2.3. Ciri-Ciri Temporal
Ciri-ciri temporal atau kadang-kadang disebut sebagai resolusi temporal, berkaitan dengan selang waktu antara dua kali perekaman secara berurutan. Perekaman data dengan menggunakan data pesawat terbang atau pesawat ulang-alik umumnya dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan rencana dan tujuan program. Sedangkan system pencitraan dengan satelit, selain perekaman dilakukan secara otomatis juga secara periodic. Semua satelit sumberdaya alam mengorbit selaras gerakan matahari (sun-sinchronous), sedangkan cara lain seperti pada satelit komunikasi bersifat geostasinary.
System satelit yang berkaitan dengan sumber daya alam seperti Landsat (MSS dan TM) biasanya mempunyai periode perekaman daerah yang sama relative lebih lama (waktu berputar mengelilingi matahari) dibandingkan satelit yang berkaitan dengan cuaca seperti NOAA, dan saat ini dapat dieproleh secara gratis. Khususnya citra SPOT mempunyai periode yang dapat lebih pendek karena adanya kemempuan melihat ke samping sehingga selain dapat menambah waktu perekaman data, juga dapat direkam sedemikian rupa dapat terlihat di bawah stereoskop cermin (3-dimensi). Beberapa system satelit yang sekarang beroperasi di dunia dan dapat diperoleh citranya di Indonesia, disajikan pada Table 10-1.
Pemanfaatan citra satelit sumberdaya alam dirasakan sangat menguntungkan untuk kegiatan pemetaan, pemantauan, dan manajemen lingkungan terumbu karang yang sangat luas. Maritorena (1996) telah membuktikan hal ini di Polynesia Prancis, dimana daerah penelitian terdiri dari sekitar 120 pulau yang tersebar merata di atas 2,5 juta km2 Samudera Pasifik bagian selatan. Citra Landsat TM yang mempunyai luas liputan 185 x 185 km2 dengan resolusi spasial 30 meter dan resolusi temporal 16 hari, sangat efektif untuk tujuan pemetaan yang tidak terlalu detil.
Demikian juga dari segi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Estimasi dari CSI (Coastal Regions and in Small Islands) menunjukkan bahwa untuk melakukan pemetaan terumbu karang Kep. Caicos seluas 150 km2 diperlukan biaya (termasuk pengadaan fasilitas pengolah citra dijital) sebesar: £33.570 untuk Landsat TM, £33.020 untuk SPOT XS, £57.620 untuk CASI, dan £47.120 untuk interpretasi Foto Udara. Sedangkan waktu yang diperlukan berturut-turut adalah 98, 97, 117, dan 229 hari. Ternyata
penggunaan citra satelit membutuhkan biaya yang paling rendah dan waktu pengerjaan yang lebih cepat.
Untuk tujuan pemetaan detil pada daerah yang tidak terlalu luas, CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager) menjadi alternatif utama yang dipakai sekarang ini. Hal ini disebabkan karakteristik pantulan spektral beberapa kenampakan di lingkungan terumbu karang secara optis hampir mirip. Misalnya obyek laut dalam, substrat karang sehat, dan dasar berpasir hitam sama-sama mempunyai rona gelap. Oleh karena itu, diperlukan sensor dengan resolusi spektral yang tinggi (hyperspectral) seperti halnya pada CASI atau pada satelit Orbview3 dan Ikonos2 yang mempunyai resolusi spasial 1 – 8 meter untuk membedakannya. Malahan perkembangan terakhir telah dan sedang dalam rencana peluncuran beberapa satelit hiperspektral beresolusi spasial tinggi, yaitu: ARIES milik Australia, SPOT-5 milik Prancis, dan AVNIR2 milik Jepang yang diluncurkan pada tahun 2002.
10.3. Data Multispektral
Konsep pencitraan bersaluran jamak atau multi channel/band adalah dipakainya panjang gelombang yang berbeda-beda pada suatu sistem sensor. Dengan dasar bahwa setiap obyek memberikan respon berbeda-beda pada panjang gelombang yang berbeda-beda, semakin banyak panjang gelombang yang dipakai semakin banyak ciri pengenalan yang tersedia. Kunci pengenalan obyek dalam citra inderaja adalah apa yang disebut ciri-ciri spektral (spektralsignature).
Table 10-1. ciri-ciri berbagai platform citra penginderaan jauh yang banyak dipakai saat ini.

Berbeda dari tehnik fotografi yang kedetilan citranya ditentukan oleh skala, pada citra hasil penyiaman resolusi spasial dinyatakan dalam besarnya piksel yang dinyatakan dengan perkalian luas satu piksel/pita/perekaman. Misalnya MSS Landsat 79×79 meter (pita 1-3) menjadi 82×82 meter (Landsat 4 dan 5), TM Landsat 30×30 meter, SPOT 20×20 meter (citra pankromatik 10-10 meter), dan sebagainya.
Sebaran spasial dari obyek yang disiam secara beraturan sesuai besarnya piksel, akan menghasikan matrik data reflektan yang sangat akurat dan secara geometri lokasinya sudah tetap sesuai rancangan. Setiap panjang gelombang yang dipakai akan menghasilkan satu set data, yang menyebar merupakan matrik yang besarnya sesuai jumlah piksel arah memanjang dan arah melebar. Satu set data yang berlapis ini dapat dimasukkan ke dalam memori komputer dan dipanggilkan kembali untuk disajikan pada monitor menghasilkan satu warna yang dapat dipilih dari RGB (Red–Green-Blue) daalm proses analisis. Pemanggilan set data yang berikutnya dapat ditumpang-tindihkan dengan yang telah dipanggil lebih dahulu, dengan posisi piksel tepet sesusai urutan pada data terdahulu. Warna baru dapat diberikan diantara RGB, jadi kalau yang pertama diberi warna biru maka yang kedua dapat diberi warna hijau dan selanjutnya warna merah. Penampilan citra seperti ini disebut citra secara gabungan (composite) meningkatkan kemampuan lihat bagi berbagai obyek permukaan bumi seperti
membedakan antara badan air dangkal dari air dalam, sebaran vegetasi rapat dari vegetasi jarang dan banyak hal lagi.
Berbagai operasi seperti: penajaman kontras, penerapan filter spasial dan penghapusan gangguan sistematik telah dipakai untuk penampilan visual citra, sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kemampuan interpretasi secara manual. Untuk tujuan pemetaan penutup lahan, set data ini dapat dianalisis secara peubah jamak (multi-variabel) dengan menggunakan berbagai tehnik statistik multi-variabel sehingga dapat menghasilkan kelas penutupan lahan yang sebarannya sudah mendekati keadaan lapang.
Konsep pengenalan spektral ini sangat bermanfaat, walaupun demikian konsep ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Sering sekali respon spektral dari obyek di permukaan bumi mempunyai variasi spektral dan temporan yang tinggi, sehingga gambaran spektral suatu obyek tertentu pada suatu tempat dan waktu tertentu sering tidak sama dengan waktu yang lain atau tempat yang berbeda. Sebagai contoh tanaman padi di daerah Subang belum tentu mempunyai spektralyang sama dengan tanaman padi di daerah Cianjur. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan varitas, sistem pertaniaan, radiasi cahaya matahari, interaksi tanah dan cahaya, dan dll. Juga ukuran spasial sistem citra tidak sama dengan kehomogenan penutup lahan. Sebagai contoh, piksel 10×10 meter yang dipakai merekam pada 1 Ha lahan jagung yang homogen, akan menghasilkan informasi yang lebih benar tentang tanaman tersebut di lapangan diban dingkan dengan piksel 30×30 meter. Piksel yang sama, jika IFOV mencakup objek berbeda (piksel campuran atau mixed-pixel) misalnya bagian jalan aspal, ujung kebun jagung dan tanaman jagung sudah tua, akan menghasilkan nilai piksel yang sangat berbeda dari peksel-piksel tersebut.
Situasi piksel campuran ini, merupakn unsur terkecil yang sering dijumpai pada sistem penginderaan jauh termasuk persoalan yang perlu diperhatikan pada aplikasi penentuan penggunaan lahan. Persoalan piksel yang campur menghasilkan sejumlah keterbatasan dalam teknik-teknik analisis citra dengan komputer. Keadaan ini diperburuk bila cara pengelolaan pertanian bervariasi baik dalam waktu maupun jenis tanamannya menjadi wilayah-wilayah kecil seperti umumnya di Indonesia. Sebagai akibatnya teknik-teknik analisis citra secara otomatis dengan komputer umumnya mengandung kelemahan dibanding dengan teknik¬teknik analisis secara manual, khususnya dalam pengertian kecepatan dan akurasi. Walaupun demikian telah banyak penelitian yang menunjukkan hasil yang meyakinkan dengan cara ini, sehingga teknik-teknik pengolahan data secara dijital mempunyai prospek dalam pengolahan dangan teknologi SIG.
Berbagai tipe panjang gelombang dalam penginderaan jauh mempunyai kelebihan sehingga di dalam aplikasinya juga spesifik untuk tujuan tertentu. Misalnya panjang gelombang tampak mata yang terletak pada kisaran 400 nanometers (biru-merah) mempunyai nama yang berbeda dan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Panjang gelombang yang lebih dari 700 nanometers hingga 2 micrometers disebut gelombang infra-merah dekat. Panjang gelombang antara 2-5 micrometers disebut gelombang infra-merah menengah dan 8-15 micrometers disebut gelombang infra-merah jauh.
Bagian panjang gelombang IR (InfraRed) dekat sangat sensitive dengan sifat-sifat vegetasi karena pantulan spektral tanaman dikontrol oleh kandungan pimen daun dan air yang ada yang ada pada stuktur daun tanaman. Dalam praktek ada istilah penginderaan jauh vegetasi berdasarkan prinsip konsep ini. Analisis yang biasa dilakukan disini berkaitan dengan biomassa, tipe spesies atau adakalanya dipergunakan dalam kaitan hubungan dengan berbagai kenampakan di permukaan bumi. Perbandingan spektralmerupakan hal yang umum dilakukan untuk mendapatkan kunci tertentu dalam pengenalan obyek tertentu. Sebagai contoh perbandingan pantulan warna IR dengan warna Merah telah berhasil dipergunakan sebagai kunci penentuan biomassa daun-hijau (green-laef biomass).
Bagian spectrum elektromagnetik IR-menengah dan IR-jauh mepunyai makna khusus untuk aplikasi geologi. Banyak mineral mempunyai kenampakan spektral spesifik pada bagian spectrum ini, dan di daerah arid atau semi-arid hal ini berkaitan dengan ketinggian. Dengan membandingkan spektral yang ada pada inderaja dengan hasil pengamatan laboratorium maka dapat dibedakan berbagai mineral yang ada. Pada daerah yang bertemperatur sedang maka vegetasi juga dipergunakan sebagai kunci oleh pakar geologi untuk mendeteksi mineral yang ada di daerah tertentu.
Bagian IR-jauh dipergunakan untuk medeteksi keberadaan suhu suatu obyek. Sejumlah studi telah menunjukkan kegunaan penginderaan jauh untuk mengukur suhu di permukaan bumi. Data demikian menjadi bermakna pada saat dilakukan pemetaan gelombang/arus pada tubuh air tertentu. Sebagai contoh temperatur suhu permukaan yang bervariasi menghasilkan informasi secara tidak langsung tentang kelembaban tanah. Manfaat lain dari data pad panjang gelombang ini adalah monitoring terjadinya kebakaran dalam ukuran luas yang besar, misalnya kebakaran hutan. Avery dan Berlin (1985) mengemukakan tujuh contoh deteksi obyek berdasarkan beda suhunya, yaitu untuk mendeteksi (1) air dan tanah serta batuan, (2)vegetasi, (3) tamah lembah,
(4) tanah diperkeras, (5) permukaan logam, (6) obyek bersuhu tinggi, dan (7) kesan hantu atau ‘ghost’.
Bagian gelombang microwave biasanya didefinisikan sebagai panjang gelombang 0.1¬200 cm. sistem yang aktif biasanya terdapat pada panjang gelombang ini, khususnya dengan mengoperasikan semburan gelombang energi gelombang mikro, dan kemudian menerima energi yang dipantulkan pada waktu bersamanaan pada antena yang digunakan pada transmitter. Energi akan direfleksikan secara efisien jika target berpermukaan halus dan tegak lurus ke cahaya datang (incident beam). Permukaan yang kasar akan membaurkan cahaya ke berbagai arah, dan akibatnya, jumlah energi yang kembali akan kecil. Energi terkecil yang kembali akan diperoleh jika permukaan halus dan orientasi pantulan dari enegi gelombang mikro dalam arah yang menjauh dari penerima (receiver).
Resolusi spasial dari sistem microwave tergantung sistem antena yang sederhana. Untuk disain antena yang sederhana, antena yang panjang akan menghasilkan resolusi spasial yang besar. Dalam banyak kasus dimana antena yang panjang akan tidak akan praktis, sehingga synthetic aperture radar (SAR) menggukan teknik pengolahan signal yang kompleks untuk menstimulasi suatu antena yang panjang. Sistem radar Amerika mempunyai resolusi 30 meter. Sistem ini layak, dengan teknologi yang ada, untuk merealisasikan berbagai pekerjaan. Teknologi ini telah dipakai di Brazil untuk pemetaan hutannya, dan demikian juga di Indonesia sedang dicoba dalam penelitian dan pemetaan hutan, terutama yang berbasis interferometer, yang mempunyai resolusi lebih tinggi ( Perkembangan penginderaan jauh dari yang berteknologi yang bersifat percobaan hingga menjadi industri semakin nyata menyongsong abad 21 mendatang. Khusus satelit pencitraan radar yang mampu menembus awan yang bekerja di segala cuaca, saat ini mulai beroperasi, seperti: satelit ERS-1,ERS-2, JERS-1, JERS-2, ADEOS, dan satelit RADARSAT sebagai satelit radar komersil pertama yang di luncurkan Canada pada Novembar 1995 (Soesilo, 1996).
Perkembangan lebih lanjut adalah munculnya citra satelit yang berosolusi 1-4 meter sekitar akhir 1996 ini dengan diluncurkannya satelit seperti Earthwatch, space imaging dan orbview. Data yang beresolusi tinggi akan mampu menghasilkan peta rupa bumi sampai skala 1:2.500, sepuluh sampai empat puluh kali lebih besar dari peta bumi yang dapat dihasilakan citra Landsat dan Spot saat ini. Satelit resolusi tinggi ini akan menggeser peran teknologi pemotretan udara karena beberapa keunggulannya antara lain: waktu pemasokan pendek, data
dalam bentuk dijital, citra stereo 3-dimensi dan harga hanya 50 persen dari harga foto udara konvensional untuk satu luas wilayah yang sama (Soesilo, 1996).
Dengan diluncurkannya satelit beresolusi tinggi maka berbagai mitos (6 mitos) tentang kelemahan citra satelit seperti: citra satelit mempunyai resolusi kasar, datanya kurang akurat, data satelit terlalu mahal, citra satelit hanya teknologi percobaan, citra membutuhkan kompleks, dan citra ini tidak mudah tersedia, akan hilang dengan sendirinya (Aronoff, 1989). Keenam mitos teresebut otomatis akan gugur. Tanpa perkembangan teknologi sepesat sekarang juga sebenarnya keenam mitos tersebut dalam banyak hal tidak tepat jika citra penginderaan jauh diaplikasikan secara benar.
10.4. Pengolahan Dajital Data Penginderaan Jauh
Manusia mempunyai bakat dalam menganalisis citra. Kenapa kita sebaiknya meningkatkan kemampuan tersebut?. Disini ada beberapa alasan: pengolahan dengan bantuan komputer adakalanya dapat membedakan obyek-obyek yang perbedaan sangat sedikit dari pada kemampuan manusia. Manusia mampu membedakan dengan jelas 8 hingga 16 perbedaan warna abu-abu (grey level) sedangkan dengan bantuan komputer jumlahnya akan meningkat lebih banyak. Sebagai contoh, jika suatu citra direkam dengan kuantifikasi 8-bit maka berarti akan ada 256 tingkat warna, yang berarti dapat lebih bermanfaat dibandingkan jika diinterpretasikan secara visual. Interpretasi oleh manusia tidak selalu dapat berjalan konsisten atau dapat diulang dengan hasil yang sama.
Analisis citra manual bersifat subjektif, dan dengan meningkatnya kekomplekan dalam analisis, maka kemungkinan seorang analis mampu mengulangi interpretasinya dengan hasil yang sama dapat diragukan. Demikian pula tingkat keakuratannya akan cenderung berkurang terutama karena manusia dapat mengalami kelelahan atau kejemuan dalam melakukan pekerjaan berulang. Sedangkan analisis dengan bantuan komputer akan selalu mempunyai hasil yang sama dan konsisten. Perbedaan ini tidak terbantah walaupun hasilnya mungkin dipertanyakan. Atau sistem analisis visual tidak mampu memisahkan berbagai spektral menjadi kelas-kelas yang berbeda dengan keakuratan yang tinggi berdasarkan ketersedian data yang ada. Sebagai tambahan mesin lebih mampu dibandingkan manusia dalam menangani data yang sangat banyak dan detil. Sebagai contoh, suatu scene citra TM-Landsat mengandung data lebih dari 200 megabyte, yang dipisahkan menjadi 7 pit aspektral dan mencakup wilayah seluas 185×185 kilometer persegi. Analisis citra ini dapat dilakukan langsung dengan menggunakan komputer dengan berbagai tujuan sekaligus seperti:
mengidentifikasi tanaman, menduga biomass, menduga produksi dan lain-lain, sedangkan dengan analisis secara visual akan memakan waktu yang banyak dan sulit melakukannya.
Sifat lain dari citra inderaja yang terdapat dalam format dijital adalah lebih mudah dikoreksi dibandingkan data analog (peta). Beberapa koreksi yang umum dilakukan pada inderaja adalah koreksi geometrik dan koreksi radioometrik, yang secara alami ada pada sistem satelit. Sebagai contoh permasalahan proyeksi. Sangat mudah merubah proyeksi citra Landsat atau SPOT untuk disesuaikan dengan sistem proyeksi tertentu. Umumnya dalam sistem inderaja dijital ada suatu prosedur untuk memperbaiki data dari gangguan haze pada atmosfer, atau untuk menyesuaikan perubahan sudut matahari yang terjadi pada daerah yang sama karena diambil pada waktu yang berbeda. Hal ini tidak berarti bahwa analisis terkomputerisasi lebih superior dibandingkan analisis visual (manusia). Bagaimanapun juga keduanya dapat mempunyai kecocokan tersendiri untuk tujuan dan cara tertentu yang mungkin menjadi kurang tepat dengan cara lainnya.
Uraian tugas interpretasi secara visual dan analisis citra terkomputerisasi pada prinsipnya sama yaitu: deteksi, identifikasi (klasifikasi), pengukuran kenampakan obyek, dan pemecahan persoalan berdasarkan obyek-obyek yang diidentifikasi. Umumnya dalam analisis terkomputerisasi sangat sedikit dimasukan informasi yang kontekstual. Prosedur-prosedur ini umumnya memproses citra dijital murni berdasarkan kesan warna atau warna dan pengukuran tekstur. Hal ini berbeda dibanding dengan pendekatan visual, dimana unsur-unsur interpretasi citra seperti: bentuk, ukuran, pola, asosiasi dan bayangan, dan lain-lain berperan besar dan dipakai selain unsur warna dan kesan warna dan tekstur.
Pada awalnya analisis citra dengan bantuan komputer ditekankan pada pendekatan pengenalan pola secara statistik untuk mengklasifikasikan data multispektral. Kemampuan matematik pad teknik ini berperan sangat penting dan sering mendukung dan memberikan harapan yang optimis untuk diaplikasikan untuk semua tipedata penginderaan jauh. Dalam banyak kasus, berbagai bukti baik citra maupun data tambahan harus diasimilasikan untuk membuat hasil interpretasi citra yang aktual. Saat ini diketahui secara luas bahwa teknik-teknik pengenalan pola (pattern analysis) saja tidak cukup.
Banyak situasi analisis memerlukan kontekstual atau pengetahuan awal tentang obyek yang dipertanyakan, dimana keduanya merupakan unsur yang diperlukan dalam analisis citra secara visual. Hal ini berperan besar dalam mengembangkan teknik-teknik intelijensia buatan dan bidang komputer masa-depan. Teknik-teknik ini termasuk pengetahuan citra, alasan¬
simbolik (symbolic reasoning), dan pendekatan interpretasi citra berbasis pengetahuan. Semua teknik ini berperan dalam mempertajam hasil analisis dengan komputer.
Dalam anlisis akhir citra, bila analis harus kelakukan tugas interpretasi, maka ada beberapa pengolahan citra yang penting diperhatikan. Analis harus mengulas semua pilihan teknik yang tersedia dalam kaitan ke aplikasi atau persoalan yang ada. Analis harus mampu memperoleh masukan praktis untuk pemecahan persoalan, dan kemudian mengidentifikasi tujuan dan metode yang digunakan untuk mengekstrak imformasi yang diperlukan. Jika pengguaan citra penginderaan jauh diutamakan, maka analis mungkin mempunyai berbagai alternatif yang pantas dipertimbangkan.
Sebagai contoh, analis mungkin mengharapkan untuk membeli semua data yang terdapat pada daerah studi. Data ini dapat berupa data analog atau dijital dan mungkin dapat diperoleh dan suatu peta tertentu dan perpustakaan universitas, atau membeli baik dari perusahaan swasta atau pemerintahan. Jika kita asumsikan bahwa pengolahan citra citra diteruskan dalam bentuk dijital, maka sejumlah tahapan harus dilakukan. Tahapan tersebut disajkan pada Gambar 10-2.
Disini akan disajikan ilustrasi mengenai seluruh tahapan ini. Misalnya akan dilakukan pemetaan perubahan penggunaan lahan. Awalnya, pemakai harus menentukan pertanyaan yang akan dijawab. Kemudian pemakai memilih dan menentukan tipe data platform, sarana dimana data/informasi akan diekstrak. Dalam hal ini termasuk pembelian berbagai foto udara yang tua (lama), ditambah pemesanan citra satelit dari instansi penjual jika foto udara terbaru tidak tersedia. Pemakai harus memutuskan tipe proses dan tahapan yang diperlukan. Karena pilihan akan bervariasi dari koreksi geometrik atau koreksi radiometrik hingga tindakan khusus untuk mempertajam kenampakan obyek tertentu seperti perbandingan band, pendeteksian sudut, prosedur masking, dan lain-lain. Jika ingin dilakukan analisis secara dijital maka foto udara juga dapat disiam (scanning) sehingga fungsi foto udara sebagai arsip sejarah dapat dilakukan secara obyektif. Jika tidak dilakukan penyiaman maka harus dilakukan interpretasi dulu, baru dilakukan pendigitasian (dengan SIG). selanjutnya dilakukan proses regristrasi antara dua atau lebih seri data ke suatu proyeksi dan skala baku, kemudian diikuti penajaman radiometrik dan masing-masing citra diperlukan.
Bila proses registrasi dan penajaman telah selesai, penerapan pemodelan dan analisis data sering merupakan proses yang bersifat interatif, sebagai pendahuluan yang dicek dan recek. Dalam hal klasifikasi penggunaan lahan, berbagai algoritma klasifikasi yang berbeda diterapkan untuk setiap citra untuk mengekstrak kunci kelas penggunaan lahan untuk analisis.
Bila hasil ini tidak dikomputasikan, maka data tersebut dapat disajikan dalam berbagai bentuk yang sesuai untuk keperluaan dari pertanyaan sehingga ada keputusan.
Bila keputusan telah dibuat dan tahapan tindakan telah dilakukan, maka perubahan lokal, regional dan global dapat diamati.Dalam hal ini terjadi siklus perubahan dan pendeteksian: yang berarti tanggapan dan pembutan keputusan akan dilakukan berulang.Satu hal yang penting diingat disini adalah teknologi inderaja mempunyai kemampuan sebagai sarana yang penting untuk mempertahankan keterbaruan lapisan data yang penting sepanjang waktu.
Salah satu fungsi yang penting dalam aplikasi data citra adalah klasifikasi. Data yang umumnya diperoleh dari inderaja bersifat kontinyu, dalam arti terdapat pada berbagai panjang gelombang. Sebaliknya data yang ada pada SIG kebanyakan bersifat diskrit, dalam bentuk kelas-kelas seperti kelas penggunaan lahan, spesies tanaman, batas administrasi, dan lain-lain.

Sebagaimana telah kita singgung sebelumnya untuk pengklasifikasian dapat dilakukan dengan dua cara; tapi kombinasinya juga dapat dilakukan yang akan didiskusikan

seperangkat data dan mengkonversi antar berbagai sistem yang ada, fungsi klasifikasi juga adalah untuk mengkompres data. Sebagai contoh, sejak keterbatasan kemampuan kita untuk membedakan berbagai warna pada sistem penyajian citra tertentu, kita sering mengurangi ukuran total
dari perangkat data tanpa mengurangi kenampakan informasi yang terlihat pada citra. Kita dapat menampilkan citra 3 band sekaligus: merah-hijau-biru dan menggunakan algoritma klasifikasi tidak terbimbing untuk membuat suatu citra citra baru dengan 256 kelas yang khas. Selanjutnya kita dapat menyajikan setiap kelas dalam terklasifikasi dalam suatu warna yang
mewakili rata-rata kelas warna asal (dari gabungan 3 band tersebut). Berdasarkan pengalaman, seseorang sering tidak mampu melihat perbedaan antara citra asli, yang memerlukan 24 bit per piksel —256 warna pad masing-masing band (3 band, dimana masing-masing 8 bit), dengan dat yang telah diringkas dengan cara klasifikasi, yang memerlukan hanya 8 bit per piksel – 256 warna. Untuk 256 warna sendiri mata manusia sebenarnya sudah sulit membedakannya, Hal ini juga merupakan alasan dibuatnya kelas hasil klasifikasi tidak lebih dari 16 kelas atau warna.
10.5. Integrasi Data Vector dan Raster dalam SIG
Pembuatan suatu pemodelan dalam SIG berimplikasi pada perlunya integrasi data atau informasi, dan untuk keperluan ini harus direncanakan dengan baik. Disain data spasial yang diperlukan pada setiap integrasi perlu memperhatikan berbagai bentuk data yang tersedia. Melihat kenyataan bahwa sistem SIG juga bervariasi sehingga produk yang dihasilkan juga berbeda maka aktifitas integrasi data merupakan tantangan serius yang sudah lama dihadapi dalam SIG.
Perkembangan akhir-akhir ini dalam analisis SIG juga ditunjukkan oleh banyaknya usaha mengintegrasikan data vector dan raster. Beberapa stategi pemecahan sederhana operasi penggabungan data vector ke atas data raster saat ini sudah dilakukan. Hal ini terjadi karena perkembangan teknologi penyajian baik dalam perangkat lunak atau keras, yang memungkinkan data terintegrasi dapat disajikan secara bersamaan.
Pendekatan yang lebih kompleks menyediakan fasilitas untuk mengkonversikan data dari satu model ke bentuk lain dengan cara tertentu yang mudah dipahami oleh pemakai. Tindakan ini perlu dikembangkan untuk berbagai manipulasi spasial dan operasi analisis yang memakai data vector dan raster.
Pada saat ini telah banyak sistem yang memungkinkan penyimpanan dan penyajian data vector dan raster secara bersamaan. Hal ini menyederhanakan berbagai persoalan untuk berbagai pengguna yang ingin memakai kedua tipe data tersebut. Peningkatan penggunaan data citra akan mengarah ke pengembangan perangkat lunak yang dapat memecahkan permasalahan dalam pemrosesan secara terintegrasi. Dari aspek kelembagaan pada teknologi SIG proses pengkonversian data dalam SIG dapat dikatakan mengarah ke pembuatan bentuk baku, yang ditunjukkan dengan adanya berbagai bentuk pilihan untuk pengkonversian atau pengeksporan data. Bagaimanapun proses konversi ini belum berjalan lancar sekali. Umumnya setiap proses transfer data masih memerlukan pra-pengolahan sebelum data
tersebut siap dipakai, yang pada akhirnya akan membatasi kemampuan manipulasi dan analilisis.
Bila suatu organisasi tertentu banyak memakai data vector dan raster, dan mengembangkan sistem SIG yang kompleks sehingga memungkinkannya mengkon-versikan berbagai bentuk data spasial maka isu integrasi data ini menjadi bagian utama dalam manajemen data. Untuk hal ini yang penting diyakini adalah kebutuhan akan perlunya data vector yang baik adalah sama halnya dengan memperbaiki data raster juga.
10.6. Integrasi Penginderaan Jauh Dijital dan SIG
Pengideraan jauh dapat didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dengan cara analisis pada data yang diperoleh dengan sistem perekaman tertentu, tanpa terjadi kontak langsung dengan obyek atau fenomena yang diamati (Lilesand dan Keifer, 1994). Pengolahan citra khususnya mengacu ke manipulasi data yang dihasilkan oleh sistem pengideraan jauh. Produk pengideraan jauh sudah dikenal sangat bermanfaat dalam berbagai aplikasi pengembangan sumber daya alam dan lingkungan.
Hasil dari penginderaan jauh, yang dapat diperoleh rutin dan cepat, selain dapat menjadi sumber input data dalam SIG juga dapat sebagai data tambahan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan akurat dalam SIG. SIG mampu mengintegrasikan rangkaian data yang bervariasi mulai data atribut seperti data perpustakaan, laboratonium, data lapangan, data spasial seperti data penginderaan jauh atau peta (data analog) lainnya. SIG pada periode tertentu berfungsi sebagai database. Sehingga produk penginderaan jauh, sebagai salah satu sumber data, sangat bermanfaat dalam SIG.
Penginderaan jauh mampu menyediakan data yang berkaitan dengan waktu (lampau dan sekarang). Untuk kegiatan pemantauan yang berarti berkaitan dengan ukuran waktu. Sebagai akibatnya, dalam banyak aplikasi pemantauan, penggunaan inderaja dan SIG akan memungkinkan diperolehnya keuntungan maksimum. Gabungan kedua teknologi ini dapat meningkatkan informasi penting bagi banyak pemakai.
Bentuk integrasi SIG dan inderaja yang paling sederhana adalah pemanfaatan foto udara. Foto udara dapat diinterpretasi oleh analis yang handal, yang selanjutnya hasilnya dipindahkan ke peta. Tahap selanjutnya, peta tersebut dapat didigitasi pada meja digitizer untuk dimasukkan ke dalam SIG. Dalam aplikasi yang lain, data utama tertentu juga dapat diekstrak, misalnya penggunaan lahannya. Dalam kedua kasus ini penginderaan jauh
menghasilkan data untuk sumber dalam SIG yang selanjutnya dapat dipakai sebagai bahan pengukuran, pemetaan, pemantauan atau pemodelan.
Bagaimanapun juga, telah diterima bahwa kedua teknologi ini dapat mempunyai hasil maksimal jika digabungkan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimum dalam keakuratan tematik dalam pengolahan citra dan interpretasinya. Pemanfaatan data tambahan, seperti: data elevasi atau data penggunaan lahan yang ada, maka dalam hal ini kita otomatis terbawa dalam lingkungan kerja SIG.
Sebagaimana di bagian depan sudah disinggung tentang perkembangan SIG yang juga berkaitan dengan perkembangan penginderaan jauh itu sendini, khususnya citra dijital. Kedua teknologi ini mempunyai kemampuan yang bersifat komplementari, dimana penginderaan jauh dapat merekam data informasi permukaan bumi lebih cepat dan baru, yang manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dalam SIG. Dalam hal ini kemampuan SIG memadukan data dijital inderaja dengan data lain baik berupa peta maupun data tabular lainnya setelah dikonversi ke data dijital. Beberapa topik yang menonjol tentang gabungan data inderaja dengan SIG antara lain dalam studi data multitemporal yang memerlukan penggabungan data dijital dengan data analog atau data tabular.
Prosedur yang penting dilalui dalam integrasi data adalah meregistrasi data citra dengan data analog (peta). Dalam hal data analog bervariasi mulai dari data tipe tanah, data elevasi, nilai tanah, dan lain—lain maka perlu diedit khususnya secara geometris atau sistem proyeksi maupun skalanya. Untuk proses registrasi ini biasa dilakukan pada data raster (tergantung kemampuan piranti lunak) sehingga jika kita ingin meregistrasi data vektor maka perlu dilakukan konversi ke data raster, dan diregistrasi. Selanjutnya dikonversi lagi ke bentuk vektor.
Prosedur inderaja secara umum membentuk data bentuk sumber data masukan ke model-model lingkungan. Prosedur SIG memungkinkan penggabungan berbagai model data yang berbeda, yang sering berbeda sumbernya, dan berbeda struktur, format dan tingkat kedetilannya (kemampuan menggabungkan data yang berbeda kedetilannya merupakan hal yang perlu diwaspadai — terutama jika informasinya tidak disajikan). Sedangkan unsur pengetahuan yang sudah ada diterjemahkan ke dalam sistem pakar. Kombinasi teknik-teknik di atas memungkinkan dilakukannya berbagai analisis, manipulasi informasi hingga proses pendugaan ke situasi yang akan datang jika dilakukan suatu tindakan tertentu.
10.6.1. Beberapa Contoh Integrasi Penginderaan Jauh dengan SIG
Sebagaimana disinggung sebelumnya, pengintegrasian inderaja ke SIG sangat bermanfaat untuk banyak aplikasi. Kita akan mendiskusikan sejumlah teknik yang umum untuk memindahkan data antar kedua sistem tersebut.
Data inderaja hampir semuanya diproses dan disimpan dalam struktur data raster. Pada saat bekerja secara simultan antara sistem pengolahan citra dengan sistem SIG-raster, biasanya dapat dilakukan dengan mudah. Khususnya pengekstrakan tema tunggal dari data multispektral inderaja. Misalnya proses yang berkaitan dengan perbandingan antara band IR (infra-merah) dengan band merah (perbandingan nilai pantulan) yang akan menghasilkan informasi mengenai kehijauan vegetasi. Perbandingan yang lain dapat menghasilkan informasi mengenal tanah dan komposisi batuan. Perbedaan suhu siang dan malam pada lokasi tertentu dapat menunjukkan kelembaban tanah. Para ahli inderaja telah mengembangkan berbagai teknik untuk mentransformasikan sasaran umum dan data ke informasi tertentu sesuai dengan berbagai tujuan.
Dalam contoh lain, kategori diskrit dan permukaan bumi dapat dibedakan melalui suatu algoritma klasifikasi. Berbagai aturan keputusan (decision rule) dapat dibuat untuk mengisolasi atau mengenali komponen permukaan bumi. Sehingga tahapan-tahapan yang tegas diperlukan untuk membuat hasil yang akurat dan persis yang dapat diterima. Sebagai contoh, suatu aturan pembuatan keputusan dengan pendekatan binari sederhana dapat dipergunakan untuk mengeluarkan tubuh air dari suatu citra. Kemudian keputusan secara binari yang kedua dapat dilakukan untuk mengeluarkan awan (atau salju) dari citra. Akhirnya, klasifikasi tidak terbimbing memungkinkan kita mengkonsentrasikan pada klasifikasi vegetasi-budidaya. Ilustrasi ini merupakan contoh yang dibuat sedemikian sederhana, tetapi menggambarkan aturan yang umum yang paralel dengan penggunaan kunci interpretasi pada interpretasi foto secara manual, dimana kita secara bertahap mengeluarkan obyek-obyek yang tidak diinginkan.
Bila data inderaja telah dikonversikan ke bentuk data yang diinginkan, maka proses transfer data ini ke SIG raster dapat dilakukan dengan sederhana. Kebanyakan sistem transfer data ini sudah tersedia baik pada penginderaan jauh maupun pada SIG raster, dengan melakukan modifikasi pada header dan data dari satu sistem disesuaikan dengan header yang diperlukan oleh sistem lain.
Untuk kasus SIG-vektor maka situasinya akan berbeda. Lebih banyak kerja diperlukan pada saat akan dilakukan transfer data dari sistem raster penginderaan jauh ke sistem SIG-vektor. Salah satu contoh berikut misalnya pada data kontur yang bersifat kontinyu. Untuk
mentransfer data raster ke vektor akan diperlukan proses perampingan obyek yang akan dihubungkan, misalnya proses perampingan (skeletonizing) data raster tertentu. Pengaplikasan filter yang berkaitan dengan pola tekstur akan berperan besar dan penting atau sering juga diistilahkan dengan matematika morfologi (pengetahuan ini banyak diterangkan pada pengolahan citra dijital).
Aplikasi gabungan yang juga banyak dipakai adalah integrasi model elevasi dijital (DEM Digital Elevation Model) telah dikombinasikan untuk berbagai tujuan. Contohnya adalah pembuatan pandangan perspektif dari suatu wilayah yang menggabungkan data citra dengan DEM: sebagai contoh kasus dalam hal ini diilustrasikan pada Gunung Gede-Pangrango (Gambar10-3). Untuk keperluan disain rekayasa bentukan mi juga sangat bermanfaat misalnya untuk pembuatan disain bentang lahan-arsitektur, dengan meletakkan simbol-simbol piktorial pada berbagai tempat.
Gambar 10-3a merupakan gabungan antara DEM dengan citra warna palsu ThematikMapper (TM) band 3, 4, dan 5 perekaman tahun 1991. Sedangkan Gambar 10-3b menunjukkan data dijital kontur wilayah yang bersangkutan, yang didigitasi dan peta topografi. Data kontur tersebut selanjutnya diproses sehingga diperoleh DEM (data elevation model) — dengan fungsi interpolasi dan intervisibilitas. Kenampakan penggunaan lahan yang terlihat pada citra satelit sebelum digabungkan dengan data elevasi sudah berhasil mempermudah pemahaman keadaan penggunaan lahan (warna tertentu mewakili kenampakan penutupan lahan tertentu). Jika data ini digabungkan dengan data elevasi maka penyebaran secara ruang makin jelas, sehingga analisis keruangan tentang penggunaan lahan di kawasan ini lebih mudah dilakukan.
Gambar 10-3c merupakan gabungan antara data kontur yang dijadikan DEM dengan citra komposit. Dan kombinasi kedua data ini terilbat penyebaran daerah konservasi di daerah yang berlereng curam yang ditumbuhi hutan (wama merah), dan penyebaran wilayah non-hutan yang mulai mendekati lereng tengah/atas dan gunung-gunung tersebut. Dan citra tersebut juga terlihat konfigurasi penggunaan lahan di kawasan Pucak dan Cianjur. Kawasan yang sangat berkembang pemukimannya ternyata adalah daerah Pacet dimana sebagian pemukiman sudah mendekati lereng tengah Gunung Pangrango, yang tentu berkaitan dengan tidak banyaknya hambatan peraturan di daerah ini. Selama ini kawasan yang sering dihambat perkembangannya adalah daerah Puncak, yang merupakan kawasan penyangga bagian daerah Jakarta dan sekitarnya, dan altematif pilihan adalah ke daerah Pacet.
Penggabungan informasi topografi dan data citra sering bermanfaat dalam klasifikasi citra. Sebagai contoh, informasi topografi sering merupakan unsur penting dalam pemetaan tipe-tipe hutan di daerah pegunungan. Dalam situasi tertentu, spasial yang mempunyai ciri-ciri

ataupun data verktor lain seperti jalan.

(c) Gabungan data pandangan perspertif data citra satelit dan data segmen jalan.
Pola penyebaran penggunaan lahan lebih jelas terlihat. Daerah berhutan terlihat di daerah lereng atas G. Gede-Pangrango
dimensi. (a) Citra satelit komposit TM Landsat 1991 daerah Gunung Gede-Pangrango digabungkan dengan (b) peta kontur, menjadi kenampakan (c) 3 dimensi.
spektral mirip akan menempati bertempat kisaran elevasi, lereng ataupun aspek tertentu sehingga dalam hal informasi topografi berperan sebagai saluran lain untuk dasar klasifikasi secara langsung ataupun setelah klasifikasi untuk memisahkan spektral yang mirip tadi dalam citra (Lillesand dan Kiefer, 1994). Dalam kasus lain, unsur kunci untuk memperbaiki
klasifikasi adalah mendefinisikan dan memodelkan berbagai asosiasi antara tipe penutupan lahan yang terlihat dalam citra dan habitatnya.
10.6.2. Klasifikasi Citra Berbasiskan Pengetahuan dalam SIG (Sinergisme)
Disini akan diilustrasikan tentang sinergisme antara penginderaan jauh dengan SIG.
Dalam sejumlah kasus, ada banyak hal yang penting yang dapat diperoleh pada saat kita mengetahui kemampuan inderaja dalam mendeteksi dan memantau sebagaimana halnya dengan pendekatan filosofi dan kemampuan arialitis SIG untuk memecahkan persoalan.
Salah satu topik utama alam aplikasi teknologi inderaja dan SIG adalah mengindentifkasi perubahan. Apakah perubahan ini untuk perubahan itu sendiri, atau karena perubahan menyebabkan kita bertindak. Inderaja merupakan sarana yang ampuh untuk pengamatan perubahan. Pada waktu bersamaan, SIG merupakan sarana analitis yang paling baik untuk mengkuantifikasi proses perubahan.
Secara tipikal landasan untuk mendeteksi perubahan adalah membandingkan data citra inderaja dengan data peta, atau membandingkan data citra yang diambil pada waktu yang berbeda. Pada saat bekerja dengan data yang bersifat multi-temporal, registrasi secara geometris adalah pertimbangan yang utama. Jika kita tidak mampu melakukan registrasi kedua citra dengan ketepatan yang tinggi, kesalahan registrasi akan menghasilkan sepertinya telah terjadi perubahan di permukaan bumi. Illustrasi sederhana dapat dibuat untuk jalan yang memotong padang rumput . Jika daerah ini direkam dengan dua citra yang berbeda waktu. Jika kedua citra diregistrasi secara tidak sempurna, maka beberapa piksel yang awalnya adalah rumput akan berubah menjadi jalan pada citra terakhir, dan piksel yang sebelumnya adalah jalan, berubah menjadi rumput. Tanpa pengamatan yang kritis tentang kualitas proses registrasi dalam pengertian akurasi dan presisi, maka kita dapat dibodohi bahwa jalan telah bergeser dalam kurun waktu antara kedua data tersebut. Hal yang perlu mendapat pertimbangan tentang hal yang mirip adalah meregistrasi ke suatu standar data, dan kedua data diregistrasikan ke data standar akan lebih baik daripada diregistrasikan sesamanya.
Sekali citra-citra telah diregistrasi, maka ada dua alternatif metode untuk mengkuantifikasi perubahan. Konsep pendekatan yang sederhana adalah memban-dingkan nilal piksel pada masing-masing citra. Bagaimanapun juga hal ini mudah mengkalkulasinya tapi sulit untuk menginterpretasinya. Pasir kering pada ujung reservoar dapat tenggelam pada waktu tertentu, sehingga piksel terlihat lebih gelap. Kebun jagung berwarna hijau pada musim
tertentu dan berubah kuning pada waktu menjelang dipanen, warnanya lebih terang. Hal ini tentunya mengabaikan kekompleksan perubahan spektral. Jika citra-citra dapat diregistrasi dengan ketepatan yang tinggi, dan jika perbedaan waktu pengamatan mewakili kejadian yang identik sesuai dengan iluminasi dan perubahan pertumbuhan, dan jika juga pandangan geometris kedua citra dapat diperoleh, dan jika keberadaan piksel yang lain sama pada waktu bersamaan, maka adalah dapat diterima perbandingan nilai piksel multispektral di antara dua waktu.
Alternatif lain yang umum dikenal dengan mendeteksi perubahan simbolik. Analis pertama memutuskan pada satu perangkat kategori tematik yang penting untuk perbedaan aplikasi. Sebagai contoh, kita tertarik pada perubahan perkembangan kota, untuk melihat perkembangan ke arah daerah pedesaan. Dalam kasus ini, kategori yang diminati mengacu ke penggunaan lahan dan penutupan lahan, dan tujuan dari kerja dapat diarahkan ke pengamatan transisi dan daerah yang belum berkembang (seperti: padang-rumput dan hutan) ke daerah yang sudah berkembang (seperti: lapangan golf, pemukiman, pertokoan). Sebagaimana di atas, kedua citra diregistrasi sesamanya, dan kembali, merupakan hal penting untuk memahami sumber kesalahan pada proses registrasi. Kemudian, masing-masing data diklasifikasikan secara terpisah, yang dikontrol oleh kategori set data yang sama. Dengan cara yang ini, kontrol ke pengaruh dan sudut matahari, perubahan kesensitifan sensor, dan pola musim dan perubahan dan kenampakan permukaan akan dipisahkan untuk masing-masing waktu. Perbandingan akhir dibuat pada data yang sudah diklasifikasikan dari hal yang mudah dibangkitkan seperti produk keluaran berupa peta dan daerah tersebut yang meriunjukkan perubahan, tabel statistik yang merinci perubahan di daerah yang berkembang pada kelas¬kelas yang berbeda, dan suatu matriks yang menggambarkan perubahan dan satu kelas ke kelas lain.
Merupakan suatu langkah sederhana yang logis untuk menggunakan suatu peta diatas citra atau dua peta pada contoh di atas. Kernbali, persoalan registrasi antara data dan dua (atau lebih) data adalah suatu pertimbangan kunci operasional. Intinya, proses klasifikasi menggambarkan pembuatan data di atas—seperti penggambaran data, dimana kita telah mengurangi dimensi data ke suatu bentuk data yang disesuaikan dengan persoalan. Dalam banyak kasus, peta itu sendiri dapat disiam untuk menghasilkan data raster, dan kemudian, dimasukkan ke aliran pengolahan seperti halnya citra yang lain.
Kelompok aplikasi lain yang sering juga ditunjukkan pada studi ini adalah interpretasi citra dengan bantuan peta (map guided image interpretation). Hal ini berarti pemanfaatan peta
untuk menginterpretasi citra. Hal ini sering dilakukan oleh interpreter manusia, tetapi untuk proses analisis dengan bantuan komputer memerlukan pemahaman tentang beberapa prosedur yang spesifik Tailor et.aL (1986) dalam Star dan Estes (1992) menggambarkan bahwa ada 3 metode kiasifikasi yang berbeda dalam menggunakan peta, yaitu: stratifikasi, modifikasi klasifier dan pengeditan setelah klasifikasi (postclassifier selection).
Stratifikasi termasuk penggunaan data peta sebelum dilakukan klasifikasi citra. Misalnya berdasarkan peta, wilayah studi dibagi atas daerah-daerah yang kecil, dan setiap wilayah ini diproses secara terpisah. Sebagai contoh daerah yang berterain kasar dimana sebagian tertutup bayangan. Berdasarkan data elevasi yang terdapat pada peta, dan informasi tentang geometri pengambilan data sensor dan posisi matahari, maka kita dapat menduga ke arah mana posisi bayangan jatuh di citra. Sehingga kita dapat memproses daerah berbayangan secara terpisah dan daerah yang tidak tertutup. Tanpa prosedur tersebut, vegetasi yang sama akan ditetapkan sebagai kelas yang berbeda, tergantung posisi obyek di daerah bayangan selama pengambilan citra. Dan pandangan berbagai aplikasi, site-site dalam kota dapat mempunyai nilai yang lebih atau kurang dan suatu projek dibandingkan site-site diluar batas kota. Dengan menggunakan peta untuk menentukan site Runci, maka kita dapat mengeluarkan daerah yang tidak diperlukan sebelum memulai komputasi untuk pengolahan citra, dan ini berarti mengurangi biaya analisis.
Hal ini juga sering dilakukan untuk pemetaan polusi di daerah pantai atau lautan dangkal, sedangkan citra yang tersedia mencakup dataran. Maka daerah lautnya dipisahkan terlebih dahulu, kemudian diklasifikasikan. Sedangkan dataran tidak diperlukan klasifikasi yang terlalu mengikat. Dengan cara ini maka basil klasifikasi biasanya akan lebih balk.
Pendekatan ini berbeda dengan modifikasi klasifier. Modifikasi klasifier mengikut¬kan informasi dan peta selama proses klasifikasi. Sebagai akibatnya, algoritma klasifikasi bertindak, baik pada citra inderaja dan informasi yang relevan dan peta. Dengan kata lain data peta berfungsi sebagai saluran lain untuk klasifikasi data. Peta elevasi dan lereng, sebagai contoh, dapat relevan untuk tujuan tertentu sebagai saluran spektral. Tipe-tipe vegetasi distratifikasikan menjadi beberapa zona berdasarkan elevasi di suatu daerah, dan sebagai akibatnya elevasi merupakan variabel penting pada tahapan klasifikasi. Perlu diperhatikan bahwa data nominal yang bercampur (landuse, pernilikan, administrasi) dengan variabel rasio yang kontiniu dalam suatu klasifier yang diasumsikan, belakangan dapat membuat hasil yang salah. Pada saat bekerja dengan dengan data terkategori yang dipergunakan untuk klasifikasi, merupakan hal umum untuk mengekstrak data citra dan masing-masing kelas, dan
meletakkannya pada tile terpisah, dan mengklasifikasikan piksel dan setmap kelas pada komputer yang berbeda.
Metode ketiga penggunaan data peta untuk membantu interpretasi citra disebut penseleksian pascaklasifier. Hal ini mencakup modifikasi basil klasifikasi citra dengan memanfaatkan peta (dan data tambahan lainnya). Aplikasi penggunaan metode ini adalah untuk menentukan identitas kelas lain-lain (niisceltaneous). Sering kelas ini merupakan piksel yang identitasnya tidak diketahui, yang mungkin disebabkan karena tidak cukupnya daerah contoh pengamatan (pada kiasifikasi terbimbing). Untuk kasus seperti ini maka peta dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi piksel-piksel tersebut.
Pada analisis akhir, penggunaan teknologi inderaja dan SIG telah berubah dan tujuan yang sederhana seperti mengidentifikasi obyek ke analisis pemecahan persoalan yang rumit sebagai contoh adalah kecenderungan dan pengaruh perubahan iklim ke vegetasi, ke penggunaan pemodelan hidrologi pada rintisan tertentu, dalam kaitan dengan data sumur-bor dan fotografi bersejarah, untuk melokalisasi sumber-sumber pencemaran air dalam tanah di daerah sumber air perkotaan. Contoh-contoh ini juga dapat dipakai untuk mengilustrasikan perubahan secara alami pada analisis skala spasial. Dan analisis data lokal maka selanjutnya data ini dapat dipakai untuk skala yang lebih besar misalnya dikaitkan dengan data citra satelit sehingga keadaan habitat dalam jangka panjang dapat diketahui.
Untuk menuntaskan hal ini maka diperlukan pengumpulan data dalam jangka panjang, mungkin hingga ukuran dekade, dan kemudian kita kombinasikan data citra tersebut dengan data yang dikumpulkan dan lapangan. Di atmosfer, atau di dalam permukaan bumi, dll. Dalam hal ini maka pengolahan yang paling ampuh yang diketahui adalah dengan menggunakan sarana SIG.
10.7 Keterkaitan GPS (Global Positioning System) dalam Bidang SIG
Seperti halnya pada bidang-bidang lainnya yang memerlukan informasi mengenai posisi, dan kecepatan waktu, GPS juga akan punya peranan yang cukup penting bagi bidang SIG. Secara umum ada lima hal yang dapat dilakukan oleh GPS untuk SIG, yaitu (1) GPS membawa SIG ke lapangan, (2) GPS sebagai pendigitasi bumi, (3) GPS untuk pemanggilan data dan analisis, (4) GPS untuk pengujian lapang (ground truthing) dan (5) GPS sebagai pengkoreksian (Hasanuddin. 1995). Penjelasan lebih lanjut mengenai teknologi GPS dapat dibaca pada buku GPS yang tersedia di masyrakat umum.
10.7.1. GPS Membawa SIG ke lapangan
GPS dapat diletakkan pada sarana yang bergerak seperti mobil atau sarana lain. Contoh yang jelas adalah sistem peta elektronik yang sekarang mulai banyak digunakan untuk sistem navigasi kapal laut ataupun mobil. Masing-masing terdapat dalam bentuk ECDIS (Electronic Chart Display and Information System) ataupun Autonomous ITS (Intelligent Vehicle Highway Systems). Dalam hal ini SIG bergerak dengan kendaraan yang bersangkutan dan GPS memberikan posisinya dari waktu ke waktu. Contoh kedua yang berkaitan dengan kemampuan GPS untuk membawa SIG ke lapangan adalah sistem pengelolaan kendaraan seperti sistem fleet management ITS. Dalam hal ini SIG-nya diam. Dan receiver GPS yang ditempatkan pada setiap kendaraanlah yang bergerak serta melaporkan posisi dan pergerakannya ke SIG.
10.7.2. GPS Sebagai Pendigitasi Bumi
GPS dapat digunakan sebagai pendigitasi bumi dalam rangka pembangunan basis data dari suatu SIG. Dalam hal ini, GPS receiver bertindak sebagai kursor dan digitizer tiga dimensi sedangkan bumi sebagai meja digitasinya. Dalam hal ini penggunaan GPS dapat berperan dalam mempercepat pembangunan suatu basisdata spasial ataupun dalam pembuatan peta elektronik (peta dijital). Aplikasi nyata dalam hal ini antara lain adalah pembuatan peta jalan untuk keperluan pengelolaan transportasi (Cromer, 1990). Dalam konteks transportasi darat, contoh aplikasi ini bisa dilihat pada sistem navigasi Inventory ITS.
Fungsi lanjutan dan pendigitasian bumi maka hal ini juga dapat diterjemahkan ke fungsi pemantauan permukaan bumi, misalnya kerusakan lingkungan ataupun kemungkinan pergerakan permukaan bumi. Dibandingkan dengan pendigitasian secara konvensional yang umum digunakan, pendigitasian dengan GPS ini punya beberapa keuntungan seperti: ketidakbergantungannya pada ketersediaan peta, ketelitiannya yang tidak bergantung pada skala, serta kemampuannya untuk mendigitasi obyek-obyek di lapangan yang berukuran kecil yang umumnya tidak nampak pada peta atau tidak dapat diidentifikasi pada peta udara atau citra satelit.Walaupun untuk menjadi data yang siap diolah masih memerlukan pcosedur yang tidak terlalu sederhana, misalnya melalui proses interpolasi, pembuatan proses 3-dimensi, dan lain-lain.
10.7.3. GPS Sebagai Pengkorelasi Data
Dalam pembangunan suatu basis data SIG, GPS juga dapat berperan sebagai pengkorelasi data, baik di dalam suatu basis data, maupun antar beberapa basis data. Dalam konteks basis data tertentu, GPS dapat memberikan suatu datum (sistem referensi). Sistem ini mampu menentukan posisi yang unik dan konsisten serta ketelitian posisi yang homogen untuk seluruh data sehingga analisis dan pengambilan keputusan yang didasarkan pada basis data yang bersangkutan dapat memberikan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Karena GPS juga dapat melakukan hal yang sama untuk basis-basis data lainnya dan SIG yang berbeda-beda, maka secara tidak langsung GPS juga dapat digunakan untuk mengkorelasikan basis-basis data yang berbeda dalam hal datum dan ketelitian posisi dan data, sehingga SIG yang satu dapat ‘berkomunikasi’ dengan SIG lainnya secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Data yang telah berhasil dikorelasikan GPS selanjutnya dapat dianalisis hubungannya baik melalui analisis yang bersifat melihat kesamaan data dalam bentuk ruang, seperti outokorelasi, maupun dengan perhitungan statistik biasa seperti analisis regresi dan nilai korelasinya.
10.7.4. GPS Sebagai Sarana Pegujian Lapang
GPS juga dapat digunakan untuk keperluan pengujian lapang dalam proses pembangunan suatu basis data, yaitu untuk menyelesaikan inkosistensi antara informasi di peta dan di lapangan, dan juga untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan informasi posisi obyek¬obyek tertentu yang diberikan oleh peta. Karena GPS dapat memberikan posisi yang relatif teliti kapan saja, dimana saja, tanpa bergantung pada cuaca maka proses pengujian lapang dengan GPS ini akan menjadi sangat efektif dan efisien, terutama jika ditinjau dari segi biaya dan waktu pelaksanaannya.
Pengujian paling mudah dengan saran dalam aspek lingkungan adalah membuat batas suatu unit pemantauan khususnya jika kawasan tersebut sebelumnya belum ditata dengan baik. Dengan adanya perbaikan data ini maka proses analisis selanjutnya dapat dilakukan dengan baik. Manajemen data yang bersifat memperbaiki ini merupakan tempat aplikasi yang masih luas di negara kita karena banyak data ruang belum diperbaiki secara geometri atau memang disengaja seperti data spasial di BPS.
10.7.5. GPS sebagai Perangkat Pembantu Analisa
Dengan menggunakan informasi posisi maka waktu analisis dan pemanggilan data dan basis data dalam suatu proses pengambilan keputusan dan pencarian informasi dengan SIG dapat dipercepat. Misalnya menggunakan informasi posisi yang diberikan oleh GPS, seseorang dapat dengan cepat mengetahui nama pemilik tanah maupun jenis tanah di lahan tempat orang tersebut. Dalam kasus pengelolaan transportasi, informasi posisi yang diberikan GPS misalnya juga sangat membantu dalam penentuan rute terpendek dan juga terbaik antara lokasi pengguna dengan tujuan. Dengan penggabungan dengan berbagai SIG yang dapat memberikan hambatan untuk berbagai tipe jalan maka jalur yang diplih menjadi lebih benar.
10.8 Kecenderungan lndustri SIG dan Prediksinya
Perkembangan terakhir industri SIG di dunia dicantumkan dalam 1994 -International GISSource Book antara lain menyinggung tentang gelombang baru dalam aplikasi SIG yang berkonsentrasi dalam pemodelan spasial yang dikaitkan dengan statistik spasial dan operasi analisis lanjutan. Menurut Berry (1994) aplikasinya dapat dikelompokkan menjadi 3 grup antara lain (a) penambangan data, (b) pemodelan yang bersifat prediksi, dan (c) simulasi dinamik. Dalam kenyataannya ketiga kecendrungan tersebut tidak dapat dipisahkan secara tajam dan biasanya dilakukan bersamaan dengan penggunaan teknologi informasi ruang seperti SIG, GPS dan penginderaan jauh.
10.8.1. Penambangan Data
Penambangan data dengan SIG mengungkapkan hubungan antara variabel-variabel peta. Sebagai contoh peta untuk mendeteksi pohon yang mati yang secara statistik dapat dikaitkan dengan peta penyebab (faktor) seperti peta elevasi, lereng, aspek, tipe tanah dan kedalaman ke lapisan batuan. Jika ditemukan korelasi yang kuat pada suatu kombinasi variabel penyebab, maka informasi tersebut dapat dipakai untuk mencari lokasi pohon-pohon tersebut yang mungkin mati atau kondisinya tidak sesuai.
Bentuk lain penambangan data adalah pembuatan suatu model empirik. Sebagai contoh dalam penggunaan model 3 dimensi untuk menduga pergerakan unsur-unsur yang berpotensi mencemari dalam tanah atau air tanah, dimana datanya diinterpolasi dan contoh pengamatan pada sumur tertentu. Daerah yang mempunyai konsentrasi tinggi selanjutnya diisolasikan untuk diproses secara terpisah. Atau data yang telah ditambang tadi selanjutnya diproses untuk keperluan suatu pemodelan atau simulasi.
10.8.2. Pemodelan Data
Dengan data yang cukup dan yang bersifat temporal (berbeda waktu) maka suatu model dapat dikembangkan. Misalnya untuk pengembangan model penyebaran polusi di suatu wilayah. Sebagian baser permodelan dalam komputer yang bersifat prediksi pada seat ini bersifat nonspasial. Data dikumpulkan dari pengamatan contoh-contoh, dan selanjutnya dikurangi ke nilai spesifik (rata-rata aritmatik). Nilai contoh tersebut dipakai dalam model matematika, misalnya persamaan regresi.
Salah satu kelemahan pemodelan dengan pendekatan non-spasial adalah pengabaian variasi informasi alami yang berkaitan dengan penyebarannya. Pemecahan secara spasial adalah menginterpolasi data tersebut menjadi peta-peta variabel, dan selanjutnya menjadi persamaan yang menggambarkan secara lokasi dalam ruang (sal raster atau komposit poligon).Pendekatan /0-23 ini mampu menggambarkan kekhasan daerah tertentu dan variasinya dapat diinterpretasi baik daerah yang bervariasi tinggi atau rendah.
10.8.3. Simulasi Dinamik
Simulasi dinamik memungkinkan pemakai berinteraksi dengan model spasial. Jika pa-rameter-parameter model dimodifikasi secara sistematik maka menghasilkan perubahan ke peta akhir, dan perilaku model dapat diinvestigasi.
Analisis kesensitifan mempunyai keunggulan relatif dimana setiap variabel peta dalam kaitan dengan isinya diketahui sesuai dengan keunikan posisinya. Sebagai contoh dalam kasus penentuan daerah pertanian yang berproduksi rendah atau tinggi dapat dilakukan dengan membuat variasi parameternya. Dalam hal ini berbagai skenario ”jika-maka” dapat dikembangkan tahap selanjutnya produksi tersebut dapat dikaitkan dengan aspek ekonomis atau lainnnya; misalnya: apakah lebih menguntungkan jika ditanam komoditi tertentu dengan kondisi infrastruktur seperti sekarang ini?. Atau perlu dicari alternatif lain. Sistem simulasi dinamik ini akan banyak memperluas alternatif pengambilan keputusan dan pihak yang tertarik dalam proses analisis peta.
Untuk pelaksanaan tujuan di atas salah satu hal yang memungkinkan hal tersebut diakomodasi adalah perkembangan setiap sistem perangkat lunak SIG yang mengarah ke penyediaan fasilitas batch atau macro, atau yang lebih maju memberikan peluang membuat perangkat lunak tambahan yang kompatibel dengan perangkat lunak yang telah. Adanya
fasilitas ini memungkinkan pengembangan berbagai aplikasi dalam sistem piranti lunak itu sendiri baik untuk meningkatkan perangkat dasar atau untuk meningkatkan fasilitas kostumisasi perangkat lunak (Duane dan Marble, 1989). Di era tahun 1990-an ini beberapa perangkat lunak SIG sudah menyediakan fasilitas ini.
Salah satu kelemahan analisis dalam SIG adalah perlunya data yang distrukturkan dalam bentuk peta, dan kemampuan manipulasi atribut disengaja tidak terlalu kuat. Dalam kenyataan di berbagai aplikasi, analisis sering dilakukan dengan data atribut, dan sudah dikenali dengan baik oleh berbagai kalangan. Dalam hal ini maka peranan sistem pakar (expert system) terlihat sangat menonjol. Pada periode ini sistem pakar, yang mempunyai kemampuan berperilaku seperti seorang ahli, mempunyai kemampuan tinggi menganalisis data atribut. Sehingga integrasi sistem pakar dengan SIG ini sudah mulai banyak dilakukan. Contoh khas sistem pakar yang ditujukan untuk evaluasi lahan adalah ALES (Atomated Land Evaluation System). Sistem pakar ALES ini mempunyai bentuk spesifik yang dapat mengakomodasikan unsur ekonomi dan dikaitkan dengan SIG (Rossiter, 1994). Contoh sistem pakar lain yang bersifat umum adalah PROLOG, EXSYS, dan lain-lain. Bentuk prosedur otomatis juga ditemukan pada sistem ini sehingga jika digabungkan dengan bentuk yang sama pada SIG, maka berbagai kemudahan dapat diperoleh.
Di era tahun 1990-an ini perkembangan berbagai bentuk teknologi informasi spasial sangat pesat. Dalam kenyataan sehari-hari kombinasi sistem pakar, GPS, penginderaan jauh, dan SIG, yang semuanya diakomodasikan dengan sarana komputer, sudah merupakan hal yang biasanya