ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MININGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MININGITIS

I. LANDASAN TEORI .

A. PENGERTIAN
Miningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus.

B. ANATOMI & FISIOLOGI SELAPUT OTAK.
Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam yaitu Durameter, Aranoid, Piameter.
Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali didalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan parameter, diantaranya terdapat ruang subarnoid dimana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum dan medulla oblongata.
Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah keotak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.
Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yakni:
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (Mycobacterium tuberculose).
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.

C. ETIOLOGI & EPIDEMIOLOGI.
Miningitis bakteri dapat disebabkan oleh setiap agen bakteri yang bervariasi. Haemophilus Influenza (Tipe β), Streptococcus pneumoniae, dan Naisseria Miningitis (meningokokus) bertanggung jawab terhadap meningitis pada 95 % anak-anak yang lebih tua dari usia 2 bulan. Haemophilus influenzae merupakan organisme yang dominan pada usia anak-anak 3 bulan sampai dengan 3 tahun, tetapi jarang pada bayi dibawah 3 bulan, yang terlindungi oleh substansi bakteri yang didapat secara pasif dan pada anak-anak diatas 5 tahun yang mulai mendapat perlindungan ini.
Organisme lain adalah Streptococus β hemolyticus, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Penyebab utama meningitis neonatus adalah organisme Streptococcus β hemolyticus dan Escherichia coli. Infeksi Escherichia coli jarang terjadi pada anak-anak usia setelah bayi (lebih dari 1 tahun). Meningitis meningokokus (serebrospinal epidemik) terjadi pada bentuk epidemik dan merupakan satu-satunya tipe yang ditularkan melalui infeksi droplet dari sekresi nasofaring. Meskipun kondisi ini dapat berkembang pada setiap usia, risiko infeksi meningokokus meningkat dengan seringnya kontak dan oleh karena itu infeksi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan terutama pada periode neonatal. Angka kesakitan tertinggi seteleh timbulnya meningitis mengenai anak-anak pada usia antara kelahiran sampai dengan empat tahun (dibawah lima tahun). Faktor maternal seperti ketuban pecah dini dan infeksi ibu hamil selama trimester akhir merupakan penyebab utama meningitis neonatal.
Terjadinya defisiensi pada mekanisme imun dan berkurangnya aktivitas leukosit dapat mempengaruhi insiden pada bayi baru lahir, anak-anak dengan defisiensi imunoglobulin, dan anak-anak yang menerima obat-obatan imunosupresif. Meningitis yang muncul sebagai perluasan dari infeksi-infeksi bakteri yang bervariasi kemungkinan disebabkan kurangnya resistensi terhadap berbagai organisme penyebab. Adanya kelainan SSP, prosedur / trauma bedah saraf, infeksi-infeksi primer dilain organ merupakan faktor-faktor yang dihubungkan dengan mudahnya terkena penyakit ini.

D. PATOFISIOLOGI
Rute infeksi yang paling sering adalah penyebaran vaskuler dari fokus-fokus infeksi ketempat lain. Contohnya organisme nasofaring menyerang pembuluh-pembuluh darah yang terdapat didaerah tersebut dan memasuki aliran darah keserebral atau membentuk tromboemboli yang melepaskan emboli sepsis kedalam aliran darah. Invasi oleh perluasan langsung dari infeksi-infeksi disinus paranasal dan disinus mastoid jarang terjadi. Organisme-organisme dapat masuk melalui implantasi langsung setelah luka yang tertembus, fraktur tulang tengkorak yang memberikan sebuah lubang kedalam kulit atau sinus, lumbal fungsi, prosedur pembedahan dan kelainan-kelainan anatomis seperti shunt ventrikuler. Organisme-organisme yang terimplantasi menyebar kedalam cairan serebrospinal oleh penyebaran infeksi sepanjang rongga subarnoid.
Proses infeksi yang terlihat adalah inflamasi, eksudasi akumulasi leukosit dan tingkat kerusakan jaringan yang bervariasi. Otak menjadi hiperemis, edema, dan seluruh permukaan otak tertutup oleh lapisan eksudat purulen dengan bervariasi organisme.

E. MANIFESTASI KLINIK.
Neonatus :
♦ Gejala tidak khas
♦ Panas ±
♦ Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun.
♦ Ubun-ubun besar kadang-kadang cembung.
♦ Pernafasan tidak teratur.
Anak umur 2 bulan – > 2 tahun :
♦ Gambaran klasik (-)
♦ Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
♦ Kadang-kadang “ high pitched cry “.
Anak umur > 2 tahun :
♦ Panas , menggigil, muntah, nyeri kepala.
♦ Kejang
♦ Gangguan kesadaran.
♦ Tanda-tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kering.

Gejala yang sering terlihat :
• Keluhan penderita mula-mula nyeri kepala yang menjalar ketengkuk dan punggung
• Kesadaran menurun
• Kaku kuduk, disebabkan mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk ;
• Terdapat tanda kernig dan Brundzinski yang positif.
Tanda kernig yang positif adalah bila paha ditekuk 90° keventral, tungkai dapat diluruskan pada sendi lutut.

F. PERUMUSAN DIAGNOSTIK.
Diagnostik miningitis akut bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukan kadar glukosa dan protein. Penemuan ini umumnya diagnostik Kultur dan pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tapi bisa sangat bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Kadar khlorida akan menurun tapi ini tidak selalu terjadi. Kadar glukosa berkurang, umunya sesuai perbandingan lamanya dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal, oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal fungsi. Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dianjurkan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Dijumpai leukositosis, pergeseran ke kiri, dan anemia megaloblastik.

G. PERAWATAN.
– Pada waktu kejang.
* Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
* Hisap lendir.
* Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
* Hindarkan penderita dari rudapaksa (mis jatuh )
– Bila penderita tidak sadar lama.
* Beri makanan melalui sonda
* Cegah dekubitus dan pneumonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin.
* Cegah kekeringan kornea dengan boorwater / salep antibiotika
– Pada inkontinensia alvi lakukan lavement
– Pemantauan ketat.
* Tekanan Darah
* Pernafasan
* nadi
* Produksi air kemih
* Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC
– Penanganan penyulit.
– Fisiotherapi dan rehabilitasi.

H. PENATALAKSANAAN
Farmakologis :
= Obat anti infeksi
* Miningitis tuberkuosa :
– Isoniazid 10 –20 mg/kg/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg, selama 1½ tahun.
– Rifampisin 10 –15 mg/kg/24 jam oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
– Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam (IM) 1-2 x sehari, selama 3 bulan.
* Miningitis bakterial, umur < – 2 bulan: – Sefalosporin Generasi ke 3 – Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/kg/24 jam IV, 4-6 x sehari, dan – Kloramfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x / hari. * Miningitis bakterial umur > bulan:
– Ampisilina 150 – 200 mg (400mg)/ kg/24 jam IV, 4-6 sehari .
– Kloramfenikol 100 mg/kg/24 jam IV, 4 x sehari atau
– Sefalosporin Generasi ke 3.
= Pengobatan Simtomatis.
* Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg / kg/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6 mg/kg/ dosis.
Kemudian dilanjutkan dengan:
– Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 x sehari atau
– Fenobarbital 5 – 7 mg /kg/24 jam, 3 kali sehari.
* Turunkan panas:
– Antipiretik: parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis.
– Kompres air PAM / es
= Pengobatan Suportif
* Cairan intravena
* Zat asam.

I. PROGNOSA
Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya gejala dan terapi yang adekwat penting dalam prognosa meningitis bakteri. Mortalitas miningitis neonatus kira-kira 50 % meskipun gejala yang timbul terlambat, sedangkan meningitis streptokokus β hemolitikus menimbulkan 15 – 20 % kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan miningitis meningokokus, angka mortalitas 5 – 10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20 %.
Gejala sisa miningitis bacteri paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 tahun pertama dan sangat sedikit pada anak-anak dengan miningitis meningokokus. Gejala sisa pada bayi terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gajala sisa dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh darah) yang menyertai penyakit ini. Evaluasi saraf N VIII penting atau sekurang-kurangnya follow up 6 bulan untuk mengkaji kemungkinan hilangnya pendengaran.

Asuhan Keperawatan Miningitis

Pengkajian Keperawatan :
Pengkajian keperawatan meningitis tergantung pada tingkat yang luas pada usia anak-anak. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh beberapa tingkat tipe organisme dan efektivitas tetapi terhadap penyakit yang mendahuluinya. Berikut ini pengkajian keperawatan berdasarkan golongan usia tumbuh kembang anak.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu.
Mencakup beberapa pertanyaan sebagai berikut :
– Apakah pernah menderita inpeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
– Apakah pernah mengalami prosedur neurosurgital
– Apakah pernah menderita trauma yang mencederai kepala
– Adakah kelainan bawaan (spina bifida)
– Bagaimana riwayat kesehatan ibu selama hamil
– Bagaimana riwayat kesehatan keluarga
– Bagaimana riwayat imunisasi, dll.

Neonatus
Meningitis pada bayi baru lahir dan bayi prematur benar-benar sulit untuk didiagnosa. Manifestasinya samar-samar dan tidak spesifik. Bayi-bayi ini biasanya tampak sehat ketika lahir, tetapi dalam beberapa hari kemudian tampak mulai melemah. Mereka tidak mau makan, kemampuan mengisap buruk, bisa muntah atau diare. Tonus otot melemah (hipotonus), kurang gerak, tangisan melemah. Tanda-tanda lain yang nonspesifik yang dapat muncul meliputi hipotermia atau demam (bergantung pada kematangan bayi), ikterik, mudah terangsang, mengantuk, kejang, napas tidak teratur, apnea, sianosis, dan berat badan menurun. Ubun-ubun menonjol, tegang dapat muncul atau tidak sampai akhir perjalanan penyakit. Bila tidak diobati kondisi anak cenderung menurun hingga kolaps sistem kardiovaskuler, kejang, dan apnea.
Bayi dan Balita
Gambaran klasik meningitis jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan – 2 tahun. Penyakit ini ditandai secara khas dengan demam, tidak nafsu makan muntah, peka terhadap rangsangan, serangan kejang berulang, yang disertai tangisan merintih. Ubun-ubun besar yang menonjol merupakan penemuan yang paling bermakna dan kaku kuduk dapat muncul/tidak. Tanda-tanda Brudzinski dan Kernig biasanya tidak membantu diagnostik karena sulit untuk menemukannya dan mengevaluasinya pada anak-anak usia ini.
Anak dan Adolesens
Timbulnya penyakit mungkin tiba-tiba, demam, sakit kepala, muntah yang disertai /dengan cepat diikuti oleh perubahan sensoris. Sering kali gejala awal nya berupa kejang yang berulang karena penyakitnya memburuk. Anak jadi mudah terangsang, gelisah, dan dapat berkembang menjadi fotofobia, delirium, halusinasi, kelakuan yang agresif/maniak, mengantuk, stupor, bahkan koma. Kadang-kadang datangnya gejala perlahan-lahan, sering kali didahului oleh gejala-gejala gastrointestinal selama beberapa hari.Kadang-kadang infeksi sebelumnya yang telah diobati menutupi atau memperlambat tanda-tanda meningitis.Anak menolak fleksi dari leher dan karena penyakit bertambah buruk, leher menjadi kaku kuduk sampai kepalanya tertarik kebelakang / hiperekstensi (opitotonus). Tanda Kernig positif, Brudzinski positif. Respons-respons refleks bervariasi, meskipun mereka memperlihatkan hiperaktivitas. Kulit mungkin dingin dan sianotik dengan perfusi perifer yang buruk.

PENGKAJIAN MININGITIS

1. Riwayat: Mengalami infeksi saluran pernapasan atau infeksi telinga, kontak dengan pasien rinitis. Pneumonia dan otitis media seringkali mendahului pneumokokus dan hemofilus miningitis.
2. Gejala subjektif: Sakit kepala yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, dingin, ekspresi rasa takut. Tidak enak badan dan mudah terangsang.
3. Suhu tubuh: 38– 41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,berkeringat.
4. Tanda Vital: Nadi lambat sehingga intra kranial meningkat dan Tekanan Darah meningkat.
5. Tingkat kesadaran: Mula-mula sadar kemudian delirium dan akhirnya Koma.
6. Persarafan: Perubahan refleks. Tidak adanya refleks dinding abdomen, tidak adanya refleks kremasterik pada laki-laki, gangguan refleks tendon. Kaku kuduk. Tanda Brudzinski positif, tanda Kernig positif. Ubun-ubun besar menonjol (bayi).
7. Cairan & Elektrolit: Turgor kulit jelek, berkurangnya output urin.
8. Muskuloskeletal Meningokoksemia kronik : bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki).
9. Kulit: Meningokoksemia:Ptekia dan lesipurpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas.

Diagnosa yang muncul :
1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
3. Ketidak efektipan pola pernapasan sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
4. Gangguan perfusi jaringan perifer sehubungan dengan infeksi meningokokus.
5. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
6. Nyeri sehubungan dengan peradangan pada selaput otak dan jaringan otak.
7. Hipertemia sehubungan dengan infeksi.
8. Potensial defisit cairan sehubungan dengan muntah dan demam.
9. Potensial berlebihannya volume cairan sehubungan dengan sekresi ADH berlebihan.
10. Takut sehubungan dengan parahnya kondisi.
11. Kurangnya perawatan diri sendiri sehubungan dengan perubahan susunan saraf pusat.

Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan yang dibahas :
1. Infeksi sehubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
Data penunjang :
• Laboratorium positif adanya kuman penyebab
• Adanya eksudat saluran napas atas
• Riwayat infeksi saluran napas atau terpapar baru-baru ini dengan pasien rinitis atau meningitis
• Riwayat infeksi virus sistemik
• Riwayat memakai obat-obatan imunosupresif
Tujuan :
• Pasien bebas dari infeksi
• Komplikasi-komplikasi meningitis bakterial dapat dicegah dengan terapi.
dini dan efektif
Intervensi :
 Gunakan isolasi pernapasan selama 24 jam setelah permulaan terapi antibiotoka untuk meningitis bakterial
• Gunakan pelindung sekret selama dirawat karena meningitis
• Anjurkan orang-orang yang kontak dengan pasien diperiksa dan diobati
• Bantu kumpulkan CSS. Catat jumlah dan karakterisik CSS. Beri antibiotika sesegera mungkin sesuai instrusi.
Rasionalisasi :
 Terapi dini antibiotika penting untuk mencegah komplikasi-komplikasi meningitis bakterial
• Setiap jam itu penting
• Mencegah penularan selama waktu penularan yang tinggi
• Mencegah penularan kuman dan mengurangi resiko infeksi dari orang-orang yang kontak dengan pasien
• Sebagai diagnosa laboratorium untuk kuman penyebab dan mencegah penularan
Evaluasi :
1. Pasien terbebas dari infeksi dan komplikasi meningitis
• Laboratorium CSS :
< 30 sel/mm, glukosa dan protein normal, tekanan normal, dan kultur
negatif.
• Refleks pupil normal, kaku kuduk negatif, refleks abdominal negatif
• Kesadaran penuh, orentasi baik, dan memori baik.
2. Infeksi tidak menular keorang-orang yang pernah kontak dengan pasien
 Perawat/ tenaga medis rumah sakit dan kontak pasien bebas dari infeksi

2. Perubahan perfusi jaringan otak sehubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan otak meninges.

Data penunjang :
• Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma.
• Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda neurologik, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial ( bradikardi, tekanan darah meningkat ), nyeri kepala hebat.
Tujuan :
• Pasien dapat memperlihatkan perfusi jaringan memadai.
Intervensi :
• Monitor pasien dengan ketat terutama setelah pungsi lumbal. Anjurkan pasien berbaring minimal 4 – 6 jam setelah pungsi lumbal.
• Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan inrtakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tensi meningkat, kesadaran menurun, napas aritmik, refleks pupil menurun, kelemahan).
• Monitor tanda-tanda vital dan neurologik tiap 5 – 30 menit. Mengenai tekanan intrakranial catat laporkan segera perubahan-perubahannya kedokter.
• Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan pasien, anjurkan untuk bedrest.
• Tinggikan sedikit kepala pasien dengan hati-hati cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher hindari fleksi leher.
• Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan pasien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan enema). Anjurkan pasien untuk menghembuskan napas dalam bila miring dan bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada dan lutut.
• Waktu prosedur-prosedur perawatan disesuaikan / diatur tepat waktu dengan preode relaksasi / sedasi ; hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
• Beri penjelasan kepada pasien yang bingung ; artikan / jelaskan lingkungan kepasien dan reorientasikan pasien yang bingung.
• Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual.
• Beri zat hipertonik / steroid sesuai dengan instruksi.
Rasionalisasi
• Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intrakranial
• Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan kedokter untuk intervensi dini.
• Perubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intrakranial dan penting untuk intervensi dini.
• Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.
• Untuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
• Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensoris yang terganggu.
• Untuk merujuk ke rehabilitasi.
• Untuk menurunkan tekanan intrakranial.
Evaluasi :
Perfusi jaringan dan oksigenasi baik
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
• Syok dapat dihindari.
• Purpura negatif, ptekia negatif.
• Pasien sadar, disorentasi negatif, konsentrasi baik.
• Afek sesuai dengan rangsangan lingkungan.