ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA TUSUK YANG TERPASANG VENTILATOR
DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

I. KONSEP DASAR

(1) LUKA TUSUK
Luka tusuk merupakan bagian dari trauma tajam yang mana luka tusuk masuk ke dalam jaringan tubuh dengan luka sayatan yang sering sangat kecil pada kulit, misalnya luka tusuk pisau.
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
1. Lokasi anatomi injury
2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang digunakan untuk menusuk dan arah tusukan.

Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.

Penyebab kematian pada trauma abdomen adalah penurunan volume cairan karena perdarahan (syok hipovolemik). Secara ringkas proses tersebut dapat digambarkan sbb :

Faktor penyebab (penurunan volume cairan)

Penurunan arus balik vena

Penurunan isi sekuncup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan

Adapun tanda dan gejala dari hipovolemic syok mengarah pada berbagai sistem yaitu :
1. Sistem kardiovaskuler : takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
2. Kulit : dingin, lembab, pucat, sianotik
3. Sistem Saraf Pusat : ansietas, keresahan, perubahan sensorium, penurunan tingkat kesadaran
4. Sistem Renal : penurunan haluaran urine, gagal ginjal akut atau kronis
5. Sistem Pernafasan : takipnea, peningkatan permiabilitas kapiler pulmonal (ARDS)
6. Sistem Hepatik : penurunan pembentukan faktor-faktor pembekuan, penurunan sintesis protein-protein plasma, penurunan albumin serum, penurunan kadar glukosa serum
7. Sistem Gastro Intestinal : ileus adinamik, ulcerasi, penurunan absorpsi nutrien, peningkatan masukan toksin dari lumen usus ke dalam aliran darah
8. Sistem vaskuler
(2) KONSEP GAGAL NAFAS
Definisi :
Gagal nafas akut diartikan sebagai kegagaln pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbon dioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kriteria diagnosis pada pasien yang bernafas pada udara kamar didapatkan hasil pemeriksaan analisa gas darah :
1. PaO2 kurang dari 50 mmHg
2. PaCO2 lebih dari 50mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh bermacam penyakit baik akut maupun kronik; setiap gangguan pada kelima tahap respirasi dapat menyebabkan gagal nafas.

b) Patofisiologi
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya gagal nafas meliputi :
1. Hypoventilasi : keadaan dimana seseorang tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolar yang cukup, sehingga terjadi kenaikan kadar CO2 dalam darah
2. Gangguan perfusi dan difusi
Adanya emboli di salah satu cabang arteri pulmonali akan meningkatkan ruang rugi karena banyak alveoli yang hanya mengalami ventilasi tanpa perfusi
3. Pintasan intra pulmoner dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi
Pintasan intrapulmoner (Shunt) diartikan sebagai darah yang memperfusi paru yang tidak mengalami pertukaran gas karena alveoliya tidak terventilasi seperti pada atelectasis

c) Tanda dan gejala gagal nafas akut
Diagnosa pasti gagal nafas akut ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah. Namun gejala klinis gagal nafas akut dapat ditegakkan dengan mengamati hal-hal sbb :
Pola pernafasan : laju pernafasan meningkat, pernafasan dangkal mungkin ada pernafasan cuping hidung dan terlihat otot pernafasan tambahan mulai aktif
Warna kulit : pada keadaan awal mungkin masih merah, bila proses berlanjut/bertambah berat kulit berwarna pucat/biru yang menandakan hipoksemia yang bertambah berat.
Tensi/laju nadi : umumnya nadi cepat, bila ada aritmia mungkin disebabkan hiperkarbia (dan hipoksia)
Nadi yang melemah dan bertambah lambat menandakan keadaan bertambah parah, yang memerlukan tindakan segera. Tekanan darah, pada keadaan yang masih ringan mungkin masih dalam batas normal. Bila keadaan bertambah berat, tekanan darah mula-mula naik karena pelepasan katekolamin, bila tekanan darah mulai turun hal ini harus segera diatasi karena ini merupakan tanda perburukan.
Gagal nafas dengan tanda-tanda yang nyata sangat mudah dikenali. Yang sulit adalah awal dari adanya gagal nafas, yang luput dari pengawasan ketat yang mungkin dalam waktu relatif singkat dapat memburuk.
Pengawasan/observasi ketat memegang peranan penting sehingga bila therapi konvensional tidak menolong dan keadaan memburuk, dapat segera diambil tindakan lain seperti intubasi dan pemakaian alat bantu nafas/ventilator.

d) Penatalaksanaan dan pengobatan
Dasar pengobatan dibagi yang non spesifik dan spesifik, umumnya diperlukan kombinasi keduanya. Pengobatan non spesifik ditujukan langsung untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pemberian oksigen, pembersihan jalan nafas dan fisiotherapi dada serta usaha-usaha lain untuk menurunkan kebutuhan oksigen seperti menurunkan panas badan dan pemberian sedasi.
Sedangkan pengobatan spesifik ditujukan kepada penyebab gagal nafas ; bila gagal nafas disebabkan karena adanya benda asing di bronkhus maka dilakukan bronkoskopi untuk mengatasi sumbatan karena benda asing tersebut juga melakukan pungsi pleura dan WSD pada efusi pleura yang masif dll.

e) Indikasi ventilasi bantu/artifisial
Pada keadaan yang ekstrem seperti penderita apneu atau pernafasan yang amat lemah, indikasi ventilasi bantu/artifisial mudah ditegakkan. Namun pada keadaan di lapangan sering dijumpai kasus yang sulit bagi kita untuk memutuskan apakah sudah merupakan indikasi untuk ventilasi artifisial, sebab penundaan alat bantu nafas yang berlarut dapat berakibat fatal. Sebaliknya tindakan terlalu dini dan agresif tidak selalu menguntungkan bahkan dapat merugikan. Beberapa patokan untuk menentukan indikasi ventilasi adalah :

Parameter Indikasi Nilai Normal
1. Mekanik
– Laju napas
– Volume tidal
– Kapasitas vital
– Tekanan inspirasi maksimal
Lebih 35/menit
Kurang 5 ml/kgBB
Kurang 15 ml/kgBB
Kurang 25 cmH2O
10 – 20 (dewasa)
5 – 7
65 – 75
75 – 100
2. Oksigenasi
– PaO2
Kurang 60 mmHg (FiO2 = 0,6)
75 – 100 (udara kamar)
3. Ventilasi
– PaCo2
– Vd/Vt
Lebih 60 mmHg
Lebih 0,6
35 – 45
0,3
Pemakaian alat bantu nafas (respirator/ventilator) bukanlah untuk menggantikan fungsi paru dan jantung, melainkan hanya berfungsi sebagai alat ventilasi yang memompakan udara/oksigen ke dalam paru dengan takanan positif. Fungsinya lebih bersifat mempertahankan agar penderita tetap hidup sambil menunggu proses reparatif badan dapat mengambil alih fungsi ventilasinya kembali.

f) Obat yang dipakai pada gagal nafas
Pada penderita gagal nafas karena asma, diberikan obat bronkhodilator baik per infus maupun per inhalasi, pada keadaan berat biasanya ditambahkan kortikosteroid. Untuk infeksi biasanya diberikan antibiotika ber spektrum luas.
Untuk penderita dengan ventilator, diberikan sedativ seperti diazepam (valium), dormikum dan golongan narkotik untuk menekan pernafasan dan bila perelu obat pelumpuh otot seperti pavulon dll agar penderita dapat mengikuti/seirama perbafasannya dengan alat ventilator tersebut.

PENGKAJIAN

Initial Klien : Tuan M.Y.
Umur : 20 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Cengkareng Timur, Jakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk RS : 29 November 1998
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 1998
Diagnosa Medis : Post Op Laparatomy ec. Luka tusuk tembus abdomen

(1) Perjalanan Penyakit
Pasien masuk ke IGD tanggal 27 November 1998 Pk. 17.25 WIB dimana sekitar 20 menit sebelumnya pasien terkena trauma tusuk di perut kemudian dilakukan operasi laparatomy tanggal 29 November 1998 dengan lama operasi 4 ½ jam dengan tindakan pembedahan :
– Laparatomi eksplorasi
– Nefrektomy kiri
– Splenektomy jahit dua lapis gaster, jejenum dan mesenterium
– Drain pada ginjal kiri

Hasil Laboratorium :
(a) Tanggal 30 November 1998
WBC 3,5
RBC 3,47
HGB 10,0
PLT 36
HCT 29,1
Trombocyt 36.000
Ureum darah 30 mg/DL
Creatinin urine 1,15 mg/DL
Urinalisa
Sedimen +
Kejernihan jernih
Leukocyt 1 – 3 /LPB
Eritrosit >100/LPB
Kristal ( – )
Berat jenis 1010
.pH 5
Glukosa 2+
Protein ( – )
Keton ( – )
Bilirubin ( – )
Urobilinogen 0,1
Nitrit ( – )
(b) Analisa Gas Darah Tanggal 30 November 1998 Pk. 06.49
Ventilator control TV : 450
FiO2 : 40%
.pH 3,84
PCO2 37,7
PO2 163,4
HCO3 22,2
TCO2 23,3
BE – 2,3
SBE – 2,2
SAT 99,2
SBC 22,4

(c) Analisa Gas Darah Tanggal 1 Desember 1998 Pk. 05.14
Ventilator Assist Control
RR 12, TV 450
FiO2 40%
PH 7,508
PCO2 38,3
PO2 117,3
HCO3 30,5
TCO2 31,7
BE + 6,9
SBE + 6,8
SAT 98,7
SBC 30,7
Na 138
K 3,9
Cl ( – )

(d) Analisa Gas Darah Tanggal 2 Desember 1998
Ventilator SIMV
FiO2 35%
PH 7,455
PCO2 34,7
PO2 127,8
HCO3 23,2
TCO2 24,2
BE – 0,3
SBE – 0,3
SAT 98,8
SBC 24,1
Na 136
K 3,9

(e) Hasil Laboratorium Darah 2 Desember 1998
Ht 24 vol %
Hb 8,7 gr/DL
Leuko 12.700
Trombo 105.000

Pengukuran CVP : Tgl. 1-12-1998 + 11 cmH2O, Tgl 2-12-1998 10,5 cmH2O

(f) Cairan Infus Tanggal 1-12-1998
KaEM MG3 500 cc
Pan Amin 600 : 500 cc
RL
FFP 2 x 300 cc

(g) Cairan Infus Tanggal 2-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
Tranfusi Darah 500 cc
FFP 2 x 300 cc
RL

(h) Cairan Infus Tanggal 3-12-1998
KaEM MG3
Pan Amin
RL
FFP 3 x 300 cc

(i) Obat-obatan Tanggal 30 s/d 2-12-1998
Cimetidine 3 x 1
Alinamin F 3 x 1
Vit K 3 x 1
Kemicitin 3 x 1 gr ( Tanggal 3-12-1998 diganti dengan Penicillin Prokain)
Novalgin 3 x 50 mg

(2) Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kepala : Simetris
Mata : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : terpasang NGT, cairan warna coklat tua
Mulut : terpasang ETT, mukosa kering
Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
Dada : auskultasi paru, ronchi basah ringan +/+, wheezing (-) ; auskultasi jantung BJ I, II murni, gallop (-)
Abdomen : luka laparatomy, balutan rapi, kering, bising usus (-)
Ekstremitas : tangan kanan terpasang triway infus, CVP KaEM MG3, RL, Pan Amin ; kaki kanan terpasang infus NaCl spooling tranfusi

(3) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)
2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa
3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO
4. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma abdomen, luka operasi, prosedur invasif (CVP, kateterisasi, ETT)
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan terpasangnya ETT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TN. M.Y
DI RUANG HCU RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

No Dx. Perawatan Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
1. Gangguan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produk mukosa akibat adanya benda asing pada trachea (intubasi)
Ditandai dengan :
– sistem alarm berbunyi
– suara nafas : penumpukan sputum terdengar
– suara nafas menurun (pada obstruksi jalan nafas/kolaps paru)
– pasien gelisah
– usaha nafas klien meningkat : penggunaan otot tambahan pernafasan (+)
– AGD : P CO2 meningkat, P O2 dan PH menurun Kebersihan jalan nafas dapat terjaga 1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien

2. Evaluasi pengembangan dada, dan kaji suara nafas kedua belah paru

3. Catat adanya batuk yang berlebihan, peningkatan dispneu, bunyi alarm, adanya sekret pada ETT, peningkatan ronchi
4. Monitor sistem humidifikasi dan temperatur
5. Suction sesuai kebutuhan

6. Ajarkan tehnik batuk efektif, nafas dalam pursed lip breathingbila pasien kooperatif

7. Ubah posisi secara periodik

8. Anjurkan pasien untuk minum banyak sesuai kondisi

Kolaboratif
1. Lakukan bronkhial washing, fisiotherapi dada (perkusi, vibrasi,postural drainase)
2. Berikan bronkhodilator /mukolitik sesuai indikasi. Evaluasi efektifitasnya.
1. Obstruksi dapat disebabkan dari penumpukan sekresi, perdarahan, spasme jalan nafas
2. Pengembangan dada yang simetris dan suara nafas yang seimbang pada kedua belah paru menunjukkan ETT berada tepat dan tidak ada obstruksi. Obstruksi paru (akibat pneumonia, atelektasis) dapat menimbulkan suara ronkhi dan wheezing
3. Pasien yang diintubasi mengalami batuk yang tidak efektif sehingga penumpukan sekret terjadi

4. Pengentalan sekret dapat timbul akibat sistem humidifikasi kurang
5. Suction tidak boleh rutin karena banyak memiliki efek negatif
6. Meningkatkan kemampuan mengeluarkan sekret secara efektif, menimbulkan retarged ekspirasi sehingga menurunkan kolaps paru
7. Meningkatkan drainase sekret dan ventilasi ke seluruh bagian paru, menurunkan resiko atelektasis
8. Meningkatkan keenceran sekret

Kolaboratif :
1. Membantu mengencerkan, meningkatkan mobilisasi sekret sehingga mudah dikeluarkan

2. Meningkatkan keenceran sekret dan melebarkan jalan nafas
1. Mengkaji kepatenan jalan nafas
2. Mengevaluasi pengembangan dada dan mengkaji suara nafas. Hasil : pengembangan dada dalam batas normal, suara nafas auskultasi ronchi basah ringan +/+
3. Mencatat adanya batuk yang berlebihan, bunyi alarm, sekret ETT, peningkatan ronchi. Hasil : batuk berlebih (-), bunyi alarm (-), sekret ETT (+) sedikit, peningkatan ronchi (-)
4. Memonitor sistem humidifikasi dan temperatur. Hasil : humidifikasi cukup, temperatur 37^C
5. Melakukan suction sesuai kebutuhan. Hasil : sekret (+), warna putih, encer
6. Mengubah posisi secara periodik
7. Melakukan postural drainase S : –
O :
Sianosis (-)
CVP : + 11 cm H2O, N : 72x/menit, TD : 108/65 mmHg, RR : 18 x/menit (ventilator 12)
Kulit hangat
Analisa Gas Darah : PH 7,455 ; PCO2 34,2 ; PO2 127,8 ; HCO3 23,2 ; SAT 98,8
A : Masalah teratasi
P :
Tetap observasi adanya sekret
Jaga kepatenan jalan nafas
Observasi analisa gas darah
2. Resiko tinggi gangguan deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan, puasa.
B. Faktor resiko : Trombositopenia
Gagguan deficit volume cairan tidak terjadi 1. Monitor tanda vital, CVP ; catat perubahan tekanan darah, observasi kenaikan temperatur

2. Palpasi nadi perifer, catat capillary refill, warna kulit, temperatur

3. Monitor output urine, ukur dan estimasikan kehilahangan cairan dari lambung, drainase luka atau diphoresis
4. Timbang berat badan tiap hari, hitung balance cairan, catat adanya oedema pada tungkai
5. Berikan perawatan mulut, memandikan pasien setiap hari dan berikan lotion
6. Kaji adanya dispneu, cyanosis, meningkatnya kecemasan, gelisah
7. Monitor tanda-tanda batuk produktif, dispneu, crakles

II. Kolaboratif
1. Monitor hasil laboratorium Hb, Ht, Trombosit, elektrolit, glukosa, PH, PCO2
2. Berikan cairan infus sesuai indikasi
– Cairan isotonis seperti NaCl 0,9, Dextrose 5%
– Cairan 0,45%, RL
– Cairan koloid : Dextran, Plasma, Albumin
– Darah : whole blood (tranfusi darah) 1. Perubahan tanda vital menandakan perkembangan penyakit, CVP untuk mengetahui defisit volume cairan dan respon terhadap therapi cairan pengganti. Demam terjadi karena peningkatan metabolisme dan kehilangan cairan
2. Kondisi deficit cairan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ dan mungkin menyebabkan syok
3. Penggantian cairan berdasarkan jumlah cairan yang hilang

4. Perubahan berat badan merupakan tanda tidak akurat dalam perubahan intra vaskular

5. Mukosa mulut dan bibir cenderung kering

6. Meningkatnya agregasi platelet mungkin menyebabkan emboli sistemik
7. Koreksi yang terlalu cepat terhadap kekurangan cairan menyebabkan gangguan kardiopulmonary, terutama untuk cairan koloid

Kolaboratif :
1. Balance metabolik elektrolit membutuhkan koreksi

2. Cairan : isotonis merupakan kristaloid yang memberikan perbaikan sirkulasi secara tepat, RL adalah hipotonis, koloid untuk mengoreksi kekurangan konsentrasi protein plasma, darah diberikan bila terindikasi kehilangan darah yang aktif.
1. Memonitor tanda vital, CVP, Tekanan Darah, Suhu. Hasil : TD 104/62 mmHg, N 79x/menit, S 37^C, CVP 7 cmH2O
2. Mempalpasi nadi perifer, capillary refill, warna kulit, temperatur. Hasil : nadi perifer (+), capilarry refill < 2’’, warna kulit tidak cyanosis, temperatur dingin
3. Memonitor output urine, balance cairan. Hasil : urine output 1650, balance (+) 65 cc, intake 2790 cc, NGT 300, Drain 275, IWL 500

Kolaboratif :
1. Memonitor hasil laboratorium. Hasil : tgl 30-11-1998 Hb 10,0 gr%, Ht 291.00, trombosit 36.000, elektrolit Na 130, K 3,9
2. Memberikan cairan infus sesuai indikasi. KaEM MG3, Pan Amin, RL, FFP, NaCl (sppoling tranfusi)
3. Memberikan tranfusi (FFP) 2 x 300 cc
4. Memberikan vitamin K 3 x 1 amp. S : –
O :
Tanda vital TD 107/65 mmHg, N 70x/menit, S 37,2^C, CVP +10 ½ cmH2O
Intake 3640 cc, output 3825 cc, balance (+) 185 cc
Capilarry refill < 2”, mukosa mulut cukup, turgor kulit baik.
Perdarahan drain 5 cc, NGT (-)
Dicoba minum Aqua 4 x 100 cc / NGT
Kembung (-), distensi abdomen (-), mual (-)
Hasil laboratorium : Hb 8,7 g/DL, Ht 24 vol%, trombo 105.000, Na 136, K 3,9

A : Tidak terjadi masalah, tapi resiko tinggi mungkin terjadi

P :
Tetap observasi balance cairan
Monitor trombosit
Monitor status hemodinamik
3. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, NPO Gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi 1. Mereview faktor individual yang berefek terhadap kemampuan pencernaan makanan. Contoh : keadaan puasa (NPO), nausea, ileus paralitik.
2. Timbang berat badan, catat intake dan output

3. Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat adanya flatus
4. Identifikasi makanan yang disukai atau yang tidak disukai pasien, beri dorongan untuk memilih makanan yang tinggi protein atau vitamin C
5. Observasi adanya diare

Kolaborasi :
1. Menjaga kepatenan dari NGT

2. Berikan infus cairan seperti albumin, lipid dan elektrolit
3. Berikan vitamin dan terutama vitamin K secara parenteral
4. Berikan obat-obat lain sesuai indikasi
– Antiemetik
– Antasida/histamin inhibitor (antagamed)
5. Konsultasi dengan ahli diet
6. Berikan cairan, bertahap dari cair sampai full diet sesuai dengan toleransi setelah NGT dicabut 1. Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Mengidentifikasi status cairan sama pentingnya untuk memastikan kebutuhan metabolik
3. Menentukan kembalinya peristaltik usus 2 – 4 hari setelah operasi
4. Untuk meningkatkan kerjasama pasien dalam hal diet protein dan vitamin C membantu perbaikan dan pemeliharaan jaringan

5. Sindroma mal absorbsi dapat terjadi setelah operasi usus kecil membutuhkan evaluasi selanjutnya dan modifikasi diet. Contoh : diet rendah lemak

Kolaborasi :
1. Menjaga dekompresi terhadap lambung, usus halus dan meningkatkan istirahat atau penyembuhan dari usus
2. Mengoreksi imbalance cairan dan elektrolit

3. Masalah intestinal dapat menyebabkan absorbsi cairan terganggu
4. Antiemetik untuk mencegah muntah, antasida untuk menurunkan formasi asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulkus

5. Menentukan kebutuhan diet pasien
6. Dimulainya pemberian cairan dan diet adalah penting untuk mengembalikan fungsi normal intestinal dan untuk meningkatkan intake nutrisi yang adekuat
1. Memonitor indikasi pemberian nutrisi. Hasil : NGT warna coklat tua, bising usus (+) lemah, klien masih NPO
2. Mencatat intake dan output. Hasil : intake 2790 cc, output 1725 cc
3. Mengaulkutasi bising usus, flatus. Hasil : bising usus (+) lemah, flatus (-)

Kolaboratif :
1. Menjaga kepatenan NGT
2. Memberikan cairan infus KaEm MG3, Pan Amin, RL
3. Memberikan vitamin K per IV
4. Memberikan Cimetidine 3 x !
S : –
O :
NGT cairan bening, perdarahan (-)
Muntah (-), kembung (-)
Bising usus (+)
Program pemberian cairan per NGT 4 x 100 cc
Cairan infus : KaEMG3 (500 cc), Pan Amin (500 cc)

A : Gangguan nutrisi tidak terjadi

P :
Tetap observasi indikasi pemberian makanan per NGT
Tetap/ teruskan pemberian parenteral cairan sesuai indikasi
Timbang BB bila memungkinkan
Observasi hasil laboratorium darah (albumin, glubolin, glukosa, BUN)