ASKEP AUTISME

AUTISME
Yuflihul Khair.,S.Kep.,NS
A. PENGERTIAN
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305).

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305).

Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan (Behrman, 1999: 120).

Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan sadock 2000).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.

B. ETIOLOGI
Penyebab Autisme diantaranya
1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsy
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak

Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.

Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya. Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat.

Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing.

C. TANDA DAN GEJALA
Gejala pada anak autismee sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, yaitu antara lain dengan tidak adanya kontak mata, dan tidak menunjukkan respon terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak diadakan upaya terapi, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti atau mundur, seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenali namanya. Sedang menurut beberapa pakar tertentu , penderita autismee klasik memiliki 3 gejala yaitu :
a. Gangguan interaksi sosial
b. Hambatan dalam komunikasi ucapan dan bukan ucapan (bahasa tubuh dan isyarat)
c. Kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas.
Sifat-sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autismee adalah :
a. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
b. Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
c. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
d. Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
e. Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan
f. Tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
g. Jarang memainkan permainan khayalan
h. Memutar benda, terpaku pada benda tertentu
i. Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
j. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal,
k. Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima atau mengalami perubahan
l. Tidak takut akan bahaya
m. Terpaku pada permainan yang ganjil
n. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
o. Tidak mau dipeluk
p. Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli
q. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk
r. Jengkel atau kesal membabi buta
s. Melakukan gerakan atau ritual tertentu secara berulang-ulang

Anak autis mengalami keterlambatan bicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama jika seseorang berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai saya) Pada beberapa kasus mungkin ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri Kemampuan motorik (gerakan) kasar/halusnya ganjil (tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun balok).

Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat, selain itu perilaku autismee biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya. Untuk mendiagnosis autisme tidak memiliki tes medis, tetapi suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan pengamatan yang menyeluruh terhadap kemampuan berkomunikasi, perilaku dan tingkat perkembangan anak. Informasi yang didapat dari orang tua dari saat kehamilan hingga pertumbuhan anak sekarang dapat menunjang diagnosis yan tepat.

D. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.

Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.

Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.

Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.

Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.

Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.

Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.

Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.

Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
1. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan.
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.
Ciri yang khas pada anak yang austik :
1. Defisit keteraturan verbal.
2. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
3. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang lain)

F. NURSING PATHWAY

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan neurologis
2. Tes neuropsikologi
3. Tes pendengaran
4. Tes ketajaman penglihatan
5. MRI (MagneticResonance Imaging)
6. EEG (Electro Encephalogram)
7. Pemeriksaan sitogenetik untuk abnormalitas kromosom
8. Pemeriksaan darah
9. Pemeriksan air seni

H. CARA MENGETAHUI AUTISME PADA ANAK
Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
1. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
2. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
3. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.
Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.
1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
3. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
1. Mengurangi masalah perilaku.
Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif.
2. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
3. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

K. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AUTISME
1. PENGKAJIAN
a. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sifat menolak perubahan secara ekstrim
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Tantrum yang sering
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada pembicaraan
10) Kemampuan bertutur kata menurun
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
b. Neurologis
1) Respon yang tidak sesuai terhadap stimulus
2) Reflek menghisap buruk
3) Tidak mempu menangis ketika lapar
c. Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hambatan komunikasi (verbal) yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus
b. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit.
c. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan perilaku dan sikap anak

DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta
___,1995, Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta.
Isaac, A., (2005). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Townsend, M.C., (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawata Pada Keperawatan Psikiatri pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC