ANESTESI LOKAL DAN ANESTESI UMUM KELOMPOK 6

A. Definisi Anestesi Lokal dan Umum

Obat anestesi lokal adalah obat-obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls-impuls saraf sentral pada penggunaan lokal, sehingga menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin. pada sejarahnya obat anestesi lokal yang pertama kali dikenal adalah kokain, suatu alkaloida yang diperoleh dari daun Erytroxsylon coca dengan kadar 0,6-1,8%. Alkaloida ini pertama-tama dipakai guna menghilangkan rasa nyeri setempat dalam pengobatan mata atau kedokteran gigi sekitar 1884, dan berdasarkan kemampuannya untuk merintangi transmisi dalam batang saraf. Kokain kemudian dipakai sebagai anestesi blokade saraf pada pembedahan (1885) maupun dalam anestesi spinal atau anestesi umum. Pada tahun 1892 pembuatan obat-obat anestesi dikembangkan secara sintesis misalnya prokain disusul kemudian derivat-derivat lain seperti lidokain dan bupivakain.

B. Administrasi Obat Anestesi Lokal dan Umum
1. American Society of Anesthesiologists (ASA) Patient Physical Status Classification
a. ASA I : pasien yang sehat/normal
b. ASA II : pasien dengan penyakit sistemik ringan
c. ASA III : pasien dengan penyakit sistemik berat
d. ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat, yang membahayakan/butuh perawatan seumur hidup (A patient with severe systemic disease that is a constant threat to life)
e. ASA V : pasien yang diperkirakan tidak dapat bertahan tanpa operasi (A moribund patient who is not expected to survive without the operation)
f. ASA VI : pasien yang mati otak (A declared brain-dead patient whose organs are being removed for donor purposes)
g. E : operasi darurat dengan banyak variasi (used to modify one of the above classifications, i.e., ASA III-E).

2. Minimal Sedation
a. To administer minimal sedation the dentist must have successfully completed:
1. training to the level of competency in minimal sedation consistent with that prescribed in the ADA Guidelines for Teaching Pain Control and Sedation to Dentists and Dental Students, or a comprehensive training program in moderate sedation that satisfies the requirements described in the Moderate Sedation section of the ADA Guidelines for Teaching Pain Control and Sedation to Dentists and Dental Students at the time training was commenced,
2. an advanced education program accredited by the ADA Commission on Dental Accreditation that affords comprehensive and appropriate training necessary to administer and manage minimal sedation commensurate with these guidelines
3. current certification in Basic Life Support for Healthcare Providers.
b. Administration of minimal sedation by another qualified dentist or independently practicing qualified anesthesia healthcare provider requires the operating dentist and his/her clinical staff to maintain current certification in Basic Life Support for Healthcare Providers.

3. Moderate Sedation
a. To administer moderate sedation, the dentist must have successfully completed:
1. comprehensive training program in moderate sedation that satisfies the requirements described in the Moderate Sedation section of the ADA Guidelines for Teaching Pain Control and Sedation to Dentists and Dental Students at the time training was commenced
2. zan advanced education program accredited by the ADA Commission on Dental Accreditation that affords comprehensive and appropriate training necessary to administer and manage moderate sedation commensurate with these guidelines
3. a current certification in 1) Basic Life Support for Healthcare Providers and 2) Advanced Cardiac Life Support (ACLS) or an appropriate dental sedation/anesthesia emergency management course.
b. Administration of moderate sedation by another qualified dentist or independently practicing qualified anesthesia healthcare provider requires the operating dentist and his/her clinical staff to maintain current certification in Basic Life Support for Healthcare Providers.

4. Deep Sedation or General Anesthesia
a. To administer deep sedation or general anesthesia, the dentist must have completed:
1. an advanced education program accredited by the ADA Commission on Dental Accreditation that affords comprehensive and appropriate training necessary to administer and manage deep sedation or general anesthesia, commensurate with Part IV.C of these guidelines
2. Educational Requirements
• a current certification in 1) Basic Life Support for Healthcare Providers and 2) Advanced Cardiac Life Support (ACLS) or an appropriate dental sedation/anesthesia emergency management course.
b. Administration of deep sedation or general anesthesia by another qualified dentist or independently practicing qualified anesthesia healthcare provider requires the operating dentist and his/her clinical staff to maintain current certification in Basic Life Support (BLS) Course for the Healthcare Provider.
For all levels of sedation and anesthesia, dentists, who are currently providing sedation and anesthesia in compliance with their state rules and/or regulations prior to adoption of this document, are not subject to these educational requirements.
 Syarat zat dapat digunakan sebagai obat Anestesi Lokal adalah sebagai berikut
• Tidak merangsang jaringan
• Tidak mengakibatkan kerusakan permanen pada susunan saraf
• Efektif secara penyuntikan atau penggunaan lokal pada selaput lendir
• Waktu mulai reaksinya sesingkat mungkin
• Dapat larut dalam air, menghasilkan larutan yang stabil terhadap pemanasan pada waktu sterilisasi
 Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal
Pusat mekanisme kerja dari anestesi lokal terletak di membran sel, Anestesi lokal memblok penyampaian impuls dengan cara mencegah kenaikan permeabilitas membran sel terhadap ion-ion natrium. Pada waktu yang bersamaan ambang kepekaan terhadap rangsangan listrik lambat laun meningkat, yang pada akhirnya memblokir penerusan impuls.
 Pemberian Anestesi Lokal
Anestesi lokal umumnya digunakan secara parental misalnya pada waktu pembedahan kecil dimana pemakaian anestesi umum tidak diperlukan. Beberapa cara pemberian anestesi lokal adalah:
• Anestesi Infiltrasi, suntikan diberikan di tempat yang dibius ujung-ujung syarafnya. Misal pada daerah kecil kulit atau pada gusi untuk pencabutan gigi.
• Anestesi Penyaluran Saraf, penyuntikan dilakukan pada tempat banyak saraf berkumpul, hingga tercapai anestesi pada bagian yang lebih luas. Misal pada lengan atau kaki
• Anestesi Permukaan, biasanya digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau gatal. Misalnya dalam bentuk suppositoria untuk penyakit ambein.
Pada obat anestesi lokal, biasanya yang digunakan adalah garam-garam kloridanya yang mudah larut dalam air. Untuk memperpanjang daya kerjanya, maka sering ditambahkan obat lain untuk menciutkan pembuluh darah (vasokonstriktor) misalnya larutan adrenalin. Selain itu absorpsi akan diperlambat dan toksisitasnya akan berkurang, mulai kerja akan lebih cepat dengan khasiat yang lebih bagus, serta lokasi pembedahaan tidak berdarah namun larutan yang mengandung vasokonstriktor sebaiknya jangan digunakan pada jari-jari tangan karena resiko gangrene.
 Pemberian Obat Anestesi Umum
Biasanya melibatkan administrasi tiga obat-obatan yang berbeda:
a. Premedikasi (premedication)
Premedikasi dilakukan pada tahap persiapan prabedah. Ada dua tujuan premedikasi,yaitu: mencegah efek parasimpatomimetik dari anestesi dan reduksi kecemasan dannyeri. Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah:
• Anxiolytics : untuk menghilangkan kecemasan
Contoh: benzodiazepine (diazepam, lorazepam, midazolam)
• Analgesics : jika ada rasa nyeri atau sebagai suplemen untuk agen anestesi
Contoh: paracetamol, NSAID, opium
• Parasympathetic blockers : antimuscaranic, untuk mengurangi sekresi bronchialdan saliva
Contoh: atropine, hyoscine, glycopyrronium
b. Induksi Anestesi (induction of anaesthesia)
1. Anestesi intravena
Merupakan metode yang umum digunakan. Efek anestesi hingga ke sistem saraf pusat. Agen anestesi intravena yang ideal: onset cepat, pemulihan cepat, analgesik pada konsentasi subanestesi, depresi minimal pada sistem kardiovaskuler dan pernapasan, tidak ada efek emetic, tidak menyebabkan fenomena exicitatory(batuk, cegukan,gerakan involunter) pada induksi, tidak menyebabkan fenomena emergensi (mimpi buruk), tidak ada interaksi dengan obat-obat neuromuscular blocking.
2. Anestesi inhalasi
Anestesi ini sangat berguna untuk anak-anak atau orang dewasa yang phobia. Juga digunakanuntuk pasien yang memiliki risiko aspirasi pulmonari. Agen anestesi inhalasi yang ideal : Memiliki odor yang sewajarnya, tidak mengiritasi saluran pernapasan, dapat menginduksi secara cepat dan cepat pula pulih, stabil secara kimiawi pada kemasan penyimpanan dan tidak berinteraksi dengan material, anaesthetic circuit atau dengan soda
c. Penjagaan anestesi (maintenance of anaesthesia)

C. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Anestesi Lokal
1. Farmakokinetik
Pada umumnya, zat anestesi lokal diberikan melalui injeksi ke jaringan lunak pasien disertai aksi farmakologik pada pembuluh darah. Zat anestesi lokal mampu menyebabkan vasokonstriksi dan juga dapat menghasilkan dilatasi pembuluh kapiler dimana zat tersebut diinjeksikan. Efek klinis vasodilatasi adalah meningkatkan kecepatan absorpsi ke dalam darah. Lalu dapat meningkatkan potensi overdosis atau toksisitas. Kecepatan anestesi lokal diabsorpsi ke peredaran darah sistemik dan mencapai level puncak bervariasi tergantung dari cara pemberian obatnya.
Kecepatan absorbsi anestesi lokal diperlambat oleh adanya mekanisme vasokonstriktor. Menurut Amir Syarif (2011), sebagian anestesi lokal merupakan ester. Jenis ini akan mengalami degradasi yang dilakukan oleh esterase hati dan esterase plasma. Pada tubuh manusia, mekanisme degradasi dengan esterase plasma merupakan poin penting dikarenakan degradasi prokain mayoritas terjadi di dalam plasma. Sedangkan degradasi untuk jenis kokain, sebagian besar terjadi di dalam hati. Kokain merupakan satu-satunya anestesi lokal yang mempunyai sifat vasokonstriksi. Aksi inisiasi kokain dimulai dengan vasodilatasi yang kemudian diikuti dengan vasokonstriksi yang memanjang. Anestesi lokal untuk golongan Amida akan diikat oleh protein plasma yakni α1- glikoprotein. Kadar protein dapat mengalami peningkatan pada beberapa kondisi seperti merokok, trauma dan uremia. Perubahan kadar protein inilah yang dapat memengaruhi perubahan zat anestesi lokal yang dibawa ke hati untuk dilakukan proses metabolisme. Sebagian dari anestesi lokal yang didegradasi di dalam hati dan berlangsung secara lambat akan dikeluarkan bersama urin.
Proses absorbsi anestesi lokal dapat terjadi dalam berbagai cara yakni,
a. Oral
Semua anestesi lokal tidak baik diabsorpsi di saluran cerna setelah pemakaian secara oral, kecuali untuk kokain. Hampir semua anestesi lokal mengalami first-pass effect di hati sehingga obat dimetabolisme menjadi metabolit inaktif.
b. Topikal
Pada membran mukosa yang berbeda, anestetik lokal dapat diabsorbsi dengan kecepatan yang berbeda. Sedangkan pada mukosa trakea, absorpsi yang terjadi hampir sama dengan pada pemberian anestetik lokal secara intravena. Pada mukosa faring, absorpsi akan terjadi lebih lambat dan pada mukosa esofagus serta kandung kemih, absorpsi lebih lambat daripada aplikasi topikal di faring.
c. Injeksi
Kecepatan absorpsi anestesi lokal pada pemberian secara parenteral (subkutan, intramuskuler atau intravena) tergantung pada vaskularisasi tempat injeksi dan vasoaktivitas obat. Pemberian anestesi lokal secara intravena merupakan cara pemberian yang memungkinkan kadar obat dalam darah mempunyai level yang paling tinggi dalam waktu yang cepat. Diberikan kewenangan utnuk berhati- hati pada saat injeksi pasien. Akan tetapi, cara pemberian IV dapat mengakibatkan reaksi toksisitas yang serius. Penyerapan sistemik obat anestetik lokal yang diberikan melalui injeksi tergantung pada aliran darah, yang ditentukan oleh beberapa faktor yakni, tempat suntikan/ area injeksi, penambahan vasokonstriktor dan karakteristik obat anestetik lokal.
Begitu diinjeksikan, anestesi lokal masuk ke peredaran darah dan kemudian akan distribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kadar anestesi lokal dalam darah yakni kecepatan absorpsi, kecepatan distribusi obat dimana akan terjadi lebih cepat pada orang sehat. Faktor berikutnya adalah eliminasi obat melalui proses metabolisme dan ekskresi. Sedangkan distribusi obat anestetik lokal dipengaruhi oleh organ uptake dan ditentukan oleh faktor- faktor sebagai berikut,
a. Perfusi jaringan  Perfusi pada organ (otak, paru-paru, hati, ginjal dan jantung) bertanggung jawab atas pengambilan cepat awal (fase), yang diikuti oleh redistribusi lebih lambat (fase) untuk jaringan perfusi sedang (otot dan usus). Secara khusus, paru ekstrak sejumlah besar anestesi lokal, akibatnya, ambang batas untuk toksisitas sistemik melibatkan dosis yang lebih rendah berikut suntikan arteri dari suntikan vena.
b. Koefisiensi partisi jaringan/ darah  Protein plasma mengikat kuat cenderung untuk mempertahankan anestesi dalam darah, sedangkan kelarutan lipid tinggi memfasilitasi pengambilan jaringan.
c. Masa jaringan  Otot menyediakan reservoir terbesar bagi agen anestesilokal karena massa yang besar.

2. Farmakodinamik
Anestesi lokal bekerja di membran sel dan berperan mencegah pembentukkan dan konduksi impuls saraf. Aksi saraf terjadi dikarenakan peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ sebagai akibat dari depolarisasi ringan pada membran. Peningkatan ini hanya bersifat sekilas. Anestesi lokal bekerja dengan menghambat proses tersebut. Hal ini disebabkan oleh zat anestesi lokal yang berinteraksi secara langsung dengan kanal Na+ yang mana cukup sensitif dengan adanya perubahan voltase muatan listrik. Seiring bertambahnya efek zat anestesi lokal di dalam saraf dapat berdampak pada peningkatan ambang rangsang membran secara bertahap. Selain itu, akan terjadi penurunan kecepatan peningkatan potensial aksi, perlambatan konduksi impuls dan berkurangnya faktor pengaman konduksi saraf. Kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan menjalarnya potensial aksi sehingga terjadilah kegagalan konduksi saraf (Amir Syarif, 2011). Zat anestesi lokal bekerja dengan menghalangi hantaran sistem saraf tepi dan juga dapat berefek pada susunan saraf pusat (SSP), ganglia otonom, sambungan saraf otot serta semua jenis serabut otot.
1. Susunan Saraf Pusat
Semua zat anestesi lokal merangsang SSP sehingga dapat menyebabkan kegelisahan dan tremor yang kemungkinan dapat berubah menjadi kejang klonik. Umumnya, semakin kuat anestetik lokal maka semakin mudah menimbulkan kejang.
2. Sambungan Saraf- Otot dan Ganglion
Anestetik lokal mampu memengaruhi transmisi di sambungan saraf- otot yakni dapat menyebabkan berkurangnya respon otot atas rangsangan saraf. Menurut Amir Syarif (2011), prokain dapat berakibat pada berkurangnya produksi asetilkolin pada ujung saraf motorik. Selain itu, prokain juga berefek pada akhir serabut preganglion dan pada sel ganglion.
3. Sistem Kardiovaskular
Efek anestetik lokal pada sistem kardiovaskular akan nampak setelah timbul efek pada SSP dan juga setelah mencapai kadar obat sistemik yang tinggi.
4. Otot Polos
Anestetik lokal akan berefek spasmolitik yang disebabkan oleh depresi langsung pada otot polos, depresi pada reseptor sensorik. Kondisi ini menyebabkan hilangnya tonus refleks setempat.
D. Toksisitas Anestesi Lokal
1. Absorpsi dan Efek Samping
Absorpsi dari kulit dan selaput lendir berlangsung dengan baik dan sangat cepat, misalnya pada lidokain. Toksisitas obat anestesi lokal bergantung dadri keseimbangan dari kecepatan absorpsi dan kecepatan destruksi. Efek samping biasanya terjadi sebagai akibat khasiat dari kardio depresifnya. Beberapa obat anestesi lokal juga memiliki efek samping hipersensitasi berupa dermatitis alergi.
2. Komplikasi selama Anesthesia (David C. & Arthur, 1997)
a. Komplikasi pernapasan
– Batuk
– Pernafasan yang tidak teratur
– Airway Obstruction
– Laryngospasm
– Hypoventilation
– Bronchospasm
b. Komplikasi sirkular
– Hipotensi
– Hipertensi
– Aritmia
c. Aspiration of Gastric Contents
d. Reaksi analfilaktik dan anafilaktoid
3. Komplikasi Anestesi Lokal yang berbahaya dan terapinya (Mutschler,1991)
Pemakaian anestesi lokal dapat mengakibatkan komplikasi berat bahkan membahayakan jiwa, seperti berikut:
a. Kadar dalam darah dari anestesi lokal atau simpatomimetika yang ditambahkan sebagai vasokonstriktor yang terlalu tinggi, dan juga
b. Reaksi alergi
4. Kadar dalam darah dari anestesi lokal
Kadar dalam darah yang terlalu tinggi akibat penyuntikan intravasal yang tidak disengaja, terlalu cepat absorbsinya atau konsentrasi anestetika lokal terlalu tinggi menyebabkan gangguan saraf dan gangguan kardium.
Gejala-gejala keracunan saraf pusat, fase awal :
– Terjadi penghambatan neuron inhibisi (sebab itu terjadi gejala terangsang)
– selanjutnya pada keracunan yang lebih parah :
terjadi kelumpuhan bagian yang lebih besar dari sistem saraf pusat.
Contoh:
Pada kasus ringan berupa tidak tenang, tremor, keadaan takut dan delirium.
Pada kasus berat berupa kejang kronik dan kelumpuhan pernapasan.
a. Penghantaran rangsang pada jatung dihambat, karena itu dapat terjadi bradikardi yang akhirnya terjadi blokade atrioventrikular dan sebagai akibatnya jantung berhenti dan kejang anoksia.
Tindakan terapi yang penting adalah pernapasan oksigen untuk mencegah suatu hipoksia dan anoksia, dan pada jantung brehenti dilakukan masage jantung dan disertai pernapasan buatan. Jika massge jantung dalam waktu 2 menit tidak memberikan hasil maka disuntikan adrenalin 0,5-1 mg pada intravena atau intrakardium.
b. Pada kejang-kejang dianjurkan pemberian berulang suksinilkolin, sejauh kejang-kejang tidak diakibatkan oleh berhentinya jantung dan hipoksia, dapat diberikan penyuntikn intravena diazepam (Valium®) atau barbiturat yang bekerja singkat seperti heksobarbotai (Evipan® – Natrium), dalam dosis 50 mg secara berulang.
Pada keracunan adrenalin terjadi pucat intensif, keringat dingin, takhikardiadan kenaikan tekanan darah yang besar dalam kasus jarang terjadi aritmia dan flimer ventrikel sedangkan pada kelebihan dosis noradrenalin terjadi bradikhardi.
Terapi disesuaikan menurut gejala yang timbul:
-pada takhikardi penyuntikan hati-hati β-simpatomolika secara intravena
-pada kenaikan tekanan darah yang besar diberikan zat yang melebarkan pembuluh darah perifer, pada flimer bilik dilakukan defibrilasi.
5. Reaksi Alergi
Pada anestesi lokal dapat terjadi reaksi alergi yang tidak merugikan,(misalnya eksantemaurtikaria) atau yang berat (bronkhospasmus, syok anafilaktik). Untuk menanganinya diberikan antihistamin dan glikokortikoid, dan pada syok anafilatik ditambahkan adrenalin (0,5-1 mg) secara intravena.
6. Komplikasi Anestesi Umum (obat Narkosis)
Hipertermia Ganas dalam kasus yang sangat jarang, selama pembiusan dapat terjadi kenaikan suhu tubuh yang masif. Kejadian demikian disebabkan oleh meningkatnya pembebasan ion kalsimdari retikulum sarkoplas pleh obat pembius inhalasi (seperti halotan) pada pasien dengan gangguan genetik dari penggabungan elektro-mekanik. Hipertemia yang dahulu hampir selalu menyebabkan kematian, sekarang dapat ditangani dengan berhasil dengan pemberian dantrolen (Dantramacrin®) secara parenteral.

E. Aplikasi di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi Lokal yang digunakan di kedokteran gigi
1. Lidocaine
Lidokain/lidocaine, biasa digunakaan sebagai anestesi infiltrasi maupun anestesi permukaan. sering digunakan sebagai anti aritmia. Merupakan turunan amida dari Xylidine, lidocaine digunakan sebagai standar anestesi lokal. Penggunaannya di kedokteran gigi adalah untuk infiltrasi dan anestesi blok dengan penambahan epinephrine 1 : 50.000 atau 1 : 100.000. lidocaine dengan epinephrine dapat digunakan untuk pulpal anesthesia dengan durasi aksi 1-1,5 jam.
2. Mepivacaine
Turunan amida dari Xylidine, digunakan untuk infiltrasi, anestesi blok, spinal, epidural dan caudal.
3. Prilocaine
Prilocaine adalah turunan dari toluidine. Prilocaine kurang poten dan kurang toksik dibanding lidocaine dan memiliki durasi aksi ini sedikit lebih lama. Digunakan untuk infiltrasi, anestesi blok, epidural, dan caudal. Tersedia dalam bentuk dental cartridges dengan konsentrasi 4% dan epinephrine 1 : 200.000. Penggunaan pada kedokteran gigi dalam kasus yang membutuhan durasi aksi sedikit lebih lama dibanding lidocaine.
4. Bupivacaine
Bupivakain/Bupivacaine, Senyawa amida derivat butil dengan efek anestesi yang lebih lama (long acting) biasa digunakan untuk anestesi daerah yang lebih luas dengan kombinasi adrenalin. Keuntungan penggunaannya adalah memperpanjang durasi aksi. Digunakan untuk pulpal anesthesia yang membutuhkan waktu lebih dari 1,5 jam dan ketika nyeri postoperative, seperti endodontic, periodontic dan oral surgery.
5. Etidocaine
Pada bidang kedokteran gigi, etidocaine tersedia dalam dental cartridge. Digunakan untuk infiltrasi, blok saraf peripheral, dan anestesi epidural.
6. Tetracaine
Tetracaine dikombinasikan dengan procaine untuk dental local anesthesia.
7. Articaine
Digunakan untuk injeksi infiltrasi maxilla pada vestibula bukal untuk ekstraksi gigi. Infiltrasi bukal untuk mandibula anterior dan gigi premolar.

Anestesi umum yang digunakan di kedokteran gigi
1. Nitrous Oxida (N2O) digunakan pada pencabutan gigi dan pada pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien yang terlalu cemas, pencabutan lebih dari satu gigi, pasien penderita cacat mental.
2. Enflurane
Digunakan untuk anestesi umum di kedokteran gigi pada pasien anak
3. Isoflurane

4. Desflurane

DAFTAR PUSTAKA
Hill, C.M and P.J. Morris. 1983. General Anaesthesia and Sedation in Dentistry. Bristol:John & Sons Ltd
Holroyd, S. V., et al. Clinical pharmacology in dental practice. 4th ed, ST. Louis : The C. V. Mosby Company
Yagiela, J.A., et al. 1998. Pharmacology and Therapeutic for Dentistry. 4th ed, Missouri : Mosbi Inc.
Mutschler. 1991. DINAMIKA OBAT Buku ajar farmakologi dan toksikologi EDISI KELIMA. Badung:Penerbit ITB.
http://yukiicettea.blogspot.com/2009/09/anaesthesiology-pharmacokinetic-of.html diunduh melalui Google Chrome pada 25 April 2012
http://www.scribd.com/doc/40867864/anestesi-lokal diunduh melalui Google Chrome pada 25 April 2012
http://farmakologi.files.wordpress.com/2009/09/anestesi-lokal.pdf diunduh melalui Google Chrome pada 25 April 2012
http://farmakologi.files.wordpress.com/2011/02/anestesi-lokal.pdf diunduh melalui Google Chrome pada 25 April 2012
http://www.cda.org/Library/cda_member/pubs/journal/jour998/complica.html diunduh melalui Google Chrome pada 25 April 2012
Amir Syarif, et all. 2011. FARMAKOLOGI DAN TERAPI Edisi 5 (Cetak ulang dengan perbaikan, 2011). DEPARTEMEN FARMAKOLOGI DAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2007: Jakarta.