Al Qur’an dan Al Hadist sebagai Pedoman

Tidak disangsikan lagi , bahwa syariat telah memainkan peranan sangat penting dalam agama Islam. Bahkan hingga kini telah menjadi suatu cara bagi sarjana-sarjan barat yang mengkaji Islam untuk mengenal hukum sebagai dasar, dan berpendapat bahwa mereka yang ingin memahai keyakinan Islam harus mengerti hukum dan arti religinya[1]. Tetapi harus pula dipahami bahwa hukum-hukum dan pemikiran yuridis (yuridical thought) adalah berdasarkan konsep yang fundamental dan mencakup semua hal, yaitu konsep ketuhanan dalam Islam, tauhid. Akhirnya sebagaimana ditergaskan oleh Sayyid Quthb, ilmu pengetahuan tentang konsep Islam yang universal ini akan menjadikan kita memahami prinsip-prinsip dan hukum-hukum dalam Islam untuk menghubungkan hal-hal yang khusus kepada aturan-aturan yang fundamental (Sayyid Quthb,1980:117-118)

Allah telah menetapkan Al Qur’an dan Al Hadist sebagai sumber atau acuan hukum bagi ummat Islam. Al Qur’an adalah kitab suci yang berisi firman-firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril. Al Qur’an adalah kitab suci yang seluruhnya berasal dari Tuhan, dimulai dari surat Al Fatihah dan diakhiri dengan suart An Nash.

Al Qur’an memberi pedoman dengan prinsip dan sikap dasar Ahlak tertentu, nilai dan norma fundamental, serta memberi batasan-batasan bagi tingkah laku manusia. Prinsip dan pedoman umum ini mesti diterjemahka kedalam kehidupan nyata dengan usaha keras baik pikiran maupun tenaga dari orang-orang yang beriman.

Dalam kaitannya dengan aturan mengenai makanan, Al Qur’an telah memberikan aturan yang tegas mengenai makanan yang boleh dikonsumsi adalah makanan yang halal. Ayat berikut memuat aturan tentang makanan yang boelh dikonsumsi oleh umat Islam.; “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:168)

Sunnah atau Hadist adalah sumber kedua dimana ajaran-ajaran Islam diambil. Sunnah secara harfiah berarti suatu sarana, suatu jalan, cara untuk berbuat atau cara hidup. Ia juga berarti metode atau contoh. Dalam arti aslinya, sunnah menunjuk pada pebuatan-perbuatan dan Hadist perkataan-perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Tetapi dalam pelaksanaan, keduanya mencakup satu hal yang sama dan diterapkan bagi praktek, perbuatan, dan perkataan nabi Muhammad SAW. Ada tiga jenis sunnah. Pertama adalah Qawl atau perkataan Nabi saw. Kedua adalah Fi’l atau tindakan atau perbuatan Nabi saw. Ketiga adalah sikap diam Rasullullah sebagai persetujuan tindakan atau amal perbuatan orang lain dalam hal ini adalah para shahabatnya.

As Sunnah merupakan bagian integral dari risalah Islam. Ia merupakan cara hidup ideal bagi setiap muslim. Melalui sunnah kaumm muslimin mengetahui dan mempelajari aspek ritual dan spritual keyakinannya – bagaimana melaksanakan ibadah shalat, berpuasa dan menunaikan ibadah Haji ke Makkah – tetapi sunnah juga merupakan pedoman dalam urusan moral dan sosial. The Sunnah is the way of Islamic Life. Dalam sunnah ada bagian yang temporal dan ada bagian yang absolut. Ummat Islam harus dapat membedakan antara keduanya. Sebagai contoh, hanya karena Muhammad SAW mengendarai onta, tidak berarti bahwa kaum muslimin juga harus mengendarai onta pula. Sunnah yang harus diikuti misalnya kita harus memberi makan, air, istirahat dan memperlakukan hewan dengan baik.

 Syariat

Definisi Syariat menurut Safii (1990:177) dalam Triyunwono (2000:253)[1] “adalah sebuah sistem konfrehensif yang meliputu seluruh wilayah pengalaman hidup manusia. Syariah bukan sekedar sistem hukum, lebih dari itu syariah juga merupakan sestem hukum sekaligus moralitas. Yaitu hukum Islam dimaksudkan untuk mengatur semua aktivitas manusia (baik secara personal maupun sosial), bukan hanya aktivitas yang mengandug konsekwensi hukum.”

Selanjutnya Triyuwono (2000:254) “Syariah bila kita melihat proses ‘perumusan’nya berasl dari Al Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas (Agnides1916; Doi 1984; Safii 1990; Nasr 1994)” Dengan demikian nilai-nilai yang ditentukan oleh hukum Islam dapat disebut Syariah

 

[1] Iwan Triyuwono, 2000.Organisasi dan  Akuntasi Syariah, Yogyakarta,LKIS hal 253

[1] Topo Santoso, Sh.,MH Menggagas Hukum Pidana Islam, Penerapan Syariat Islam dalam konteks Modernitas, As Syamil 2001 Bandung, Hlm 47