AKTIVITAS PENANGKAL RADIKAL BEBAS DAN PENSTABIL OKSIGEN SINGLET DARI EKSTRAK DAUN KUNYIT (Curcuma Domestica Val.)

AKTIVITAS PENANGKAL RADIKAL BEBAS DAN PENSTABIL OKSIGEN SINGLET DARI EKSTRAK DAUN KUNYIT (Curcuma Domestica Val.)

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Kimia Analisis Organik pada semester 4
Tahun ajaran 2015 – 2016

Oleh :
Ekky Novia Stasia Argianto NIM 136674
Kasih Citra Purnama NIM 136742
Frengky Sitorus NIM

Kelompok 2 Kelas 2 D1

POLITEKNIK AKA BOGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lintasan paling luar. Radikal bebas memiliki sifat yang reaktif sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain seperti protein, lipid dan DNA.
Fakta-fakta yang terkumpul menunjukkan bahwa reactive oxygen species (ROS) terlibat dalam patogenesis dari penyakit tertentu pada manusia seperti inflamasi, kanker, penuan dini, dan artherosclerosis. ROS termasuk radikal hidroksil (·OH), radikal anion superoksida (O2 ·-), hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (1O2). Diantara ROS tersebut, oksigen singlet memberikan banyak ketertarikan sebagai suatu pengoksidasi biologi dan memperlihatkan sifat pengoksidasi yang unik serta reaktivitasnya sangat tinggi terhadap komponen biologi seperti protein, lipida, vitamin dan DNA (Foote, 1970; Jung et al., 1998; King dan Min, 2002; Choe dan Min, 2005).
Oksigen singlet adalah suatu jenis ROS yang non radikal elektrofilik (Min dan Boff, 2002; Choe dan Min, 2005). Oleh karena itu, oksigen singlet bisa mempengaruhi suatu proses oksidasi yang khas melalui penyerangan secara langsung kepada senyawa yang kaya elektron tanpa keterlibatan radikal bebas. Oksidasi komponen biologi yang terinduksi oleh oksigen singlet bias dihubungkan dengan berbagai jenis peristiswa patologis seperti pigmentasi, katarak, penuan kulit dan kanker (Davies dan Goldberg, 1987; Shahidi, 1997; Haliwell dan Gutteridge, 2001).
Penelitian tentang peran buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan herbal sebagai penangkap radikal hidroksil (·OH), radikal anion superoksida (O2 ·-), hidrogen peroksida (H2O2) telah banyak dilakukan (Yen dan Chen, 1995; Zhishen et al., 1999; Prior dan Cao, 2000; Wettasinghe dan Shahidi, 2000; Lai et al., 2001; Dragland et al., 2003; Agbor et al., 2005; Shan et al., 2005; Madhujith dan Shahidi, 2005). Namum demikian, belum banyak data yang tersedia untuk mengungkapkan tentang studi aktivitas penstabil oksigen singlet dari daun kunyit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan fitokimia (fenolik, flavonoid dan tanin) dan pengujian aktivitas penstabil oksigen singlet pada ekstrak daun kunyit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kunyit

Tanaman Kunyit Daun Kunyit
Kunyit merupakan tanaman rempah yang berasal dari india. tanaman kunyit berupa semak memiliki tinggi kira-kira 70cm. kunyit memiliki batang semu, akar serabut berwarna coklat muda dan membentuk rimpang. Daun kunyit berbentuk lanset memanjang, tulang daunnya menyirip,pangkal dan ujungnya meruncing, berwarna hujau pucat, mempunyai tangkai yang panjang dengan panjang sekitar 40 cm. Rimpangnya memanjang berbentuk jari,berwarna kuning, dan sedikit bersisik. Benih yang di budidayakan adalah rimpangnya. Kunyit hidup subur di kawasan lapang dan mendapat cahaya matahari. Bagian tanaman kunyit yang dijadikan bumbu dapur adalah rimpang dan daunnya. Daun kunyit memberikan aroma harum pada masakan dan rimpangnya memberikan warna kuning pada masakan. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron 60%, Zingiberen 25%. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1 -3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium. Umbi (rimpang) yang berumur lebih dari satu tahun dapat dipakai sebagai obat, umbi (rimpang) kunyit berkhasiat untuk mendinginkan badan, membersihkan, mempengaruhi bagian perut Khususnya pada lambung , merangsang, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan darah. Rimpang kunyit banyak mengandung minyak atsiri, pati, resin, asam-asam organik, asam malat, asam oksalat dan gliserol. Sifat khas kunyit disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin kunyit.
Klasifikasi Tanaman Kunyit
Kerajaan : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zungiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.
2.1.1 Kandungan Tanaman Kunyit
Kunyit mengandung zat-zat kimia diantaranya zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari Kurcumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.
Kunyit mengandung minyak atsiri 3-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril- turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen. Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan dammar. Mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth (Sudarsono, 1996).
Kandungan kunyit yaitu minyak atsiri (3-5%) terdiri dari senyawa dialfapelandren 1%, disabeneli 0,6%, cineol 1%, borneol 0,5%, zingiberen 25% tirmeron 58%, seskuiterpen alcohol 5,8%, alfatlanton dan gamma atlanton, pati berkisar 40-50%, kurkumin 2,5-6%. Aroma harum kunyit disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan warna kuning.

2.1.2 Manfaat Kunyit
• Bahan bumbu masak
• Kosmetik
• Mencegah Kanker
Kunyit mengandung kurkumin dimana zat ini merupakan antioksidan yang dapat mencegah kerusakan dan mutasi sel yang disebabkan oleh radikal bebas. Selain itu kandungan kurkumin juga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kanker.
• Mencegah Alzheimer
Seseorang yang memiliki penyakit Alzheimer akan bermasalah dengan ingatan, penilaian, dan berpikir. beberapa penelitian menunjukan bahwa kunyit memiliki kandungan zat anti-inflamasi dan antioksidan, sehingga dengan mengkonsumsi kunyit maka akan mendapatkan manfaat kunyit yatiu mencegah penyakit Alzheimer.
• Mengobati Tifus
Kunyit dapat digunakan untuk mengobati tifus. untuk membuat obat tifus dari kunyit inilah yang harus anda lakukan.
• Mencegah Anemia
Anemia diakibatkan oleh kekurangan zat besi. Anda bisa menggunakan kunyit untuk mencegah anemia, karena kunyitbanyak mengandung zat besi. Kandungan zat besi ini merupakan komponen penting dalam pembentukan sel darah merah sehingga dengan mengkonsumsi kunyit anda dapat mencegah anemia.
• Mengurangi Resiko Diabetes
Khasiat kunyit yang didapat dari kandungan kurkumin di dalamnya dapat mengurangi resistansi insulin. Karena hal tersebut maka kandungan kadar glukosa darah dapat dikendalikan sehingga resiko untuk terserang diabetes tipe 2 pun akan berkurang.
• Mengatasi Gatal dan Penyakit Kulit
Khasiat kucnyit dapat digunakan untuk mengatasi gatal dan penyakit kulit.
Menyembuhkan Luka
Manfaat kunyit bisa digunakan untuk meyembuhkan luka, karena kunyit mengandung bahan anti-septik dan bahan anti-bakteri. dengan kandungan itu kunyit sangat baik digunakan untuk disinfektan untuk luka biasa maupun luka bakar.
• Melancarkan Pencernaan
Dengan adanya kandungan kurkumin dalam kunyit juga dapat membantu proses pencernaan serta mengurangi gejala kembung. Namun orang yang memiliki penyakit kandung empedu sebaiknya tidak menggunakan kunyit sebagai suplemen karena dapat memperburuk kondisi.
• Mencegah dan Mengobati Panas Dalam
Manfaat kunyit juga bisa digunakan untuk mengobati dan mencegah panas dalam.

2.2.TEKNIK
2.2.1 Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya adalah “merendam”. Maserasi merupakan proses ekstraksi paling tepat dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam pelarut sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarul di dalamnya (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana yang dilakukan dengan meredam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya, dimana cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel (Sudjadi, 2008).
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Pada teknik maserasi, cairan penyari akan masuk kedalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah melalui proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan didalam sel dan diluar sel. Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Kecuali dinyatakan lain, maserasi dilakukan sebagai berikut: sepuluh bagian simpilisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan di dalam bejana, lalu dituangi 75 bagian penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, diperas, dicuci ampasnya dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Lalu maserat dipindah dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, maserat disaring. Kemudian maserat disuling atau diuapkan pada tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari 500 hingga konsistensi yang dikehendaki. Maserat dipanasi pada suhu 900 untuk mengendapkan protein agar sediaan tahan lama (Anief, 1997).
Keuntungan dari metode ini yaitu unit alat yang dipakai sederhana, (hanya dibutuhkan bejana perendam), biaya operasionalnya relatif rendah. prosesnya relatif hemat penyari, tanpa pemanasan. Kelemahan dari metode ini yaitu proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja, prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).

2.2.1.1Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
Daun kunyit yang segar dikering anginkan. Masing-masing sampel diblender kering hingga menjadi simplisia. Simplisia direndam dalam metanol selama 3 hari pada suhu ruangan. Maserat kemudian disaring, filtrat dipisahkan dan ampasnya direndam kembali ke dalam metanol yang baru, maserasi diulangi sebanyak ± 5 kali hingga diperoleh maserat berwarna jernih. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dalam rotary evaporator ( 40 oC) atau pada suhu didih (Ginting, 2008), hingga diperoleh ekstrak kental pada masing-masing sampel. Ekstrak kental dimasukkan ke dalam botol vial dan dikeringkan dalam desikator hingga diperoleh ekstrak kering. Ekstrak metanol yang kering sebanyak 1,4 g dari masing-masing tanaman dicampur dengan 2 mL dimethilsulfoxyde (DMSO) sehingga diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 70 % lalu dilakukan pengenceran untuk mendapatkan ekstrak 60, 50, 40, 30, 15, 10 dan 5 %. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam botol vial pada suhu refrigerator.

2.2.2 Metoda Pemisahan
Metode pemisahan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan atau memurnikan suatu senyawa atau kelompok senyawa yang mempunyai susunan kimia yang berkaitan dari suatu bahan, baik dalam skala laboratorium maupun skala industri. Metode pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat murni atau beberapa zat murni dari suatu campuran, sering disebut sebagai pemurnian dan juga untuk mengetahui keberadaan suatu zat dalam suatu sampel (analisis laboratorium).
Berdasarkan tahap proses pemisahan, metode pemisahan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu metode pemisahan sederhana dan metode pemisahan kompleks.
Metode Pemisahan Sederhana
Metode pemisahan sederhana adalah metode yang menggunakan cara satu tahap. Proses ini terbatas untuk memisahkan campuran atau larutan yang relatif sederhana.
Metode Pemisahan Kompleks
Metode pemisahan kompleks memerlukan beberapa tahapan kerja, diantaranya penambahan bahan tertentu,pengaturan proses mekanik alat, dan reaksi-reaksi kimia yang diperlukan. Metode ini biasanya menggabungkan dua atau lebih metode sederhana.

2.2.3 SKRINING FITOKIMIA
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut (Darwis, 2000)
Skrining fitokimia merupakan langkah awal yang dapat membantu untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti serta ada atau tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa metodenya sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu pereaksi warna. (Kristanti dkk., 2008).
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder (Harborne, 1987).
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain:

a. Identifikasi senyawa fenolik
Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan pereaksi besi (III) klorida (FeCl3) 1% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik ditunjukkan oleh timbulnya warna hijau, merah ungu, biru atau hitam yang kuat (Harborne, 1987).

b. Identifikasi senyawa golongan saponin (steroid dan terpenoid)
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik dapat membentuk busa apabila dikocok, serta mempunyai kemampuan menghemolisis sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya saponin dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saponin yang mempunyai rangka steroid dan saponin yang mempunyai rangka triterpenoid. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (LB)(Harborne, 1987).

c. Identifikasi senyawa golongan alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam tumbuhan. Atom nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid umumnya
merupakan atom nitrogen sekunder ataupun tersier dan kadang terdapat sebagai atom nitrogen kuarterner (Harborne, 1987). Salah satu pereaksi untuk mengidentifikasi adanya alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer.

b. Identifikasi golongan antraquinon
Antrakuinon merupakan suatu glikosida yang di dalam tumbuhan biasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon terhidloksilasi, termitilasi, atau terkarboksilasi. Antrakuinon berikatan dengan gula sebagai o-glikosida atau sebagai C-glikosida. Turunan antrakuinon umumnya larut dalam air panas atau dalam alkohol encer. Senyawa antrakuinon dapat bereaksi dengan basa memberikan warna ungu atau hijau (Harborne, 1987).

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kunyit, diperoleh dari
dipekarangan penduduk di Kecamatan Malalayang. Jenis tanaman yang telah dipilih dibersihkan dan disimpan pada suhu kamar sebelum diperlakukan. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkualifikasi pro analisis: etanol, natrium nitrit, natrium hidroksida, vanilin, asam klorida, natrium karbonat, aluminium klorida, eritrosin, vitamin E (VE) dan reagen Folin-Ciocalteu diperoleh dari Merck (Darmstadt, Germany), diperoleh dari pasar lokal dan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Katekin, asam galat dan kuersetin diperoleh Sigma Chemical Co. (St. Lois, MO). Alat-alat yang digunakan adalah kotak cahaya (70 x 50 x 60 cm) dengan 4 buah lampu fluoresen 15 wat (Silvania), Pengukur intensitas cahaya (Extect, Cole-Palmer Instrument, Co.), gelas Erlenmeyer, timbangan analitis digital dan spektrofotometer UV-Vis (Milton Roy UV-Vis 501).

3.2Ekstraksi daun kunyit
Lima belas gram serbuk daun kunyit diekstraksi dengan masing-masing 100 mL metanol 80%, etanol 80% dan aseton 80% selama selama 24 jam. Kemudian disaring dengan kertas
Whatman No. 1. Filtrat yang diperoleh pekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40˚C sehingga diperoleh ekstrak pekat. Ketiga ekstrak yang diperoleh disimpan pada –10˚C sebelum digunakan untuk analisis fitokimia dan pengujian aktivitas penstabil oksigen singlet.

3.3 Penentuan kandungan total fenol
Total fenol dalam sampel ditentukan dengan metode Jeong et al. (2005). Sampel ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 1 mL reagen Folin-Ciocalteu (50%) dalam tabung reaksi dan kemudian campuran ini digojog selama 3 menit. Setelah interval waktu 3 menit, 1 mL larutan Na2CO3 2% ditambahkan. Selanjutnya campuran disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit. Absorbansi ekstrak dibaca dengan spektrofotometer pada l 750 nm. Hasilnya dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat dalam mg/kg ekstrak. Kurva kalibrasi dipersiapkan pada cara yang sama menggunakan asam galat sebagai standar.

3.4 Penentuan kandungan total flavonoid
Prosedur penentuan kandungan flavonoid menggunakan metode Meda et al. (2005). Lima mililiter ekstrak daun kunyit ditambahkan dengan 5 mL aluminium klorida 2% yang telah dilarutkan dalam metanol, kemudian divortek dan ditera pada λ 415 nm. Kandungan total flavonoid dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg/kg ekstrak. Kurva kalibrasi dipersiapkan pada cara yang sama menggunakan kuersetin sebagai standar.

3.5 Penentuan tanin terkondensasi
Kandungan tanin terkondensasi sampel ditentukan menurut metode Julkunen-Tinto(1985). Sebanyak 0,1 mL ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi yang dibungkus aluminium foil, lalu ditambahkan 3 mL larutan vanilin 4% (b/v) dalam metanol dan digojog. Segera sesudah ditambahkan 1,5 mL HCl pekat dan digojog lagi. Absorbansi dibaca pada l 500 nm setelahcampuran diinkubasi selama 20 menit pada suhu kamar. Hasilnya diplotkan terhadap kurva standar katekin yang dipersiapkan dengan cara yang sama. Kandungan tanin terkondensasi dinyatakan sebagai mg/kg ekstrak.

3.6 Penentuan penangkap radikal bebas DPPH
Penentuan aktivitas penangkapan (scavenger) radikal bebas dari ekstrak daun kunyit diukur dengan metode Burda and Oleszek (2001) yang dimodifikasi. Sebanyak 0,1 mM larutan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dalam etanol dipersiapkan kemudian 2 mL dari larutan ini ditambahkan 0,5 mL sampel ekstrak tanaman. Tingkat berkurangnya warna dari larutan menunjukkan efesiensi penangkapan radikal. Lima menit terakhir dari beberapa menit, absorbansi diukur pada l 517 nm. Persentase aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dihitung menggunakan rumus:

3.7 Penentuan aktivitas ekstrak daun kunyit terhadap fotooksidasi asam linoleat
Penentuan kemampuan penstabil oksigen singlet (SOQ) dari ekstrak daun kunyit terhadap asam linoleat menggunakan metode Lee et al. (1997) dengan sedikit dimodifikasi. Pengaruh
ekstrak EM, EE dan EA terhadap oksidasi oksigen singlet dalam asam linoleat 0,03 M menggunakan konsentrasi 500-1500 ppm yang dipersiapkan dalam etanol dan mengandung eritrosin 5 ppm sebagai sensitiser. Sampel dari campuran tersebut sebanyak 10 mL diambil dan dimasukkan ke dalam botol serum yang berukuran 30 mL yang dilengkapi dengan penutup karet dan aluminium foil. Botol tersebut kemudian diletakkan dan disimpan di dalam kotak cahaya (70 x 50 x 60 cm) dengan intensitas cahaya fluoresen 4.000 lux selama 5 jam dengan pengamatan setiap 1 jam. Angka peroksida diukur dengan metoda AOCS (1990). Penelitian yang sama dilakukan pada kondisi tanpa cahaya.

3.8 Penentuan aktivitas ekstrak daun kunyit terhadap fotooksidasi protein
Penentuan kemampuan SOQ dari ekstrak daun kunyit terhadap protein (bovine serum
albumin, BSA) menggunakan metode Oh et al.(2006). Sebanyak 500 mL ekstrak EM, EE dan EA(500-1500 ppm), 10 mg bovine serum albumin (BSA) dan eritrosin 5 ppm dan dilarutkan dengan 2 mL buffer fosfat 0,15 M (pH 7,4). Sampel dari campuran tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam botol serum yang berukuran 10 mL yang dilengkapi dengan penutup karet dan aluminium foil. Botol tersebut kemudian diletakkan dan disimpan di dalam kotak cahaya (70 x 50 x 60 cm) dengan intensitas cahaya fluorescent 4.000 lux selama 4 jam. Setelah 4 jam pencahayaan, 0,5 mL sampel ditambah dengan 2 mL 2,4-dinitrofenilhidrazin (DNPH) 2,5 M, divorteks dan diinkubasi selama 45 menit dan divortex tiap 15 menit. Setelah itu, ditambahkan 2 mL TCA 20% dan disentrifus selama 5 menit, supernatant dibuang dan endapan yang terjadi ditambahkan dengan TCA 10%, disentrifus selama 5 menit dan supernatan dibuang. Endapan yang terjadi ditambahkan 3 x 2 mL etanol-etil asetat (1:1) dan disentrifusi selama 5 menit dan supernatant dibuang. Selanjutnya endapan yang terjadi ditambahkan 3 mL urea 9 M yang telah dilarutkan dalam NaOH 0,4 M, divortex sampai homogeny dan dibaca kandungan protein karbonil dengan spektrofotometer pada λ 390 nm. Penelitian yang sama dilakukan pada kondisi tanpa cahaya.

BAB IV
HASIL, PEMBAHASAN dan kesimpulan
4.1 Skrening kandungan fitokimia
Skrening kandungan fitokimia dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kandungan fenolik, flavonoid dan tanin terkondensasi dalam ekstrak metanol (EM), ekstrak etanol (EE) dan ekatrak aseton (EA) disajikan dalam tabel 1. Dari ketiga ekstrak kunyit yang diuji, semua ekstrak memiliki kandungan fenolik, flavonoid dan tannin yang signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa ekstrak kunyit yang diuji kaya dalam fitokimia fenolik, flavonoid dan tanin. Dari data secara kuantitatif menunjukkan bahwa kandungan total fenolik, flavonoid dan tanin pada ekstrak kunyit kelihatan sangat berbeda diantara jenis pelarut
yang digunakan (Tabel 1).

Dari tiga jenis pelarut yang dipilih paling tinggi, kandungan total fenolik ditemukan pada EM (139,08±0,02 mg/kg) diikuti oleh EA (117,14±0,03 mg/kg) dan EE (96,67±0,01 mg/kg). Untuk kandungan total flavonoid tertinggi ditemukan pada ekstrak EM dan EA diikuti oleh EE, kandungannya berturut-turut adalah 16,89±0,01; 14,50±0,01 dan 13,80±0,018. Sebaliknya, kandungan tanin terkondensasi tertinggi ditemukan pada ekstrak EE dan EA, kandungnya adalah 54,72±0,01 dan 42,44±0,08, selanjutnya yang terendah diperoleh pada EM sebesar 35,94±0,01 mg/kg. Daun kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kunyit yang sudah layak dipanen. Kandungan total fenolik dan flavonoid dari ekstrak EM dan EA yang dideteksi memiliki kandungan cukup tinggi dibandingkan EE sedangkan kandungan total terkondensasi tertinggi ditemukan pada ekstrak EE.

4.2 Aktivitas ekstrak daun kunyit terhadap radikal bebas DPPH
Aktivitas penangkal (scavenging) radikal bebas dari ketiga ekstrak daun kunyit dievaluasi
dengan pengujian radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Senyawa radikal DPPH
biasanya digunakan sebagai subtrat untuk mengevaluasi aktivitas antioksidatif dari
antioksidan. Radikal DPPH adalah radikal bebas stabil dan menerima satu elektron atau hidrogen
menjadi molekul yang stabil (Matthaus, 2002).
Pengujian aktivitas penangkal radikal bebas DPPH secara spektrofotometer dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan larutan DPPH. Berkurangnya absorbansi dari larutan radikal
bebas DPPH dan diikuti perubahan warna dari ungu menjadi kuning. Hal ini dapat terjadi ketika
radikal bebas DPPH ditangkal oleh antioksidan melalui donor hidrogen ke bentuk molekul DPPH yang stabil (Juntachote dan Berghofer, 2005).

Hasil uji aktivitas penangkalan radikal bebas DPPH dari ketiga jenis ekstrak daun kunyit.
Ketiga jenis ekstrak mencapai kemampuan sebagai penangkap radikal bebas di atas 50%,
ekstrak metanol (EM), ekstrak etanol (EE) dan ekstrak aseton (EA) (Gambar 1). Dari gambar
tersebut diperoleh bahwa ekstrak EM menunjukkan aktivitas paling tinggi dalam
penangkal radikal bebas diikuti EA dan EE pada tingkat konsentrasi yang sama. Kemampuan
penangkal radikal bebas dari EA berbeda nyata dengan EE (p<0,05). Adapun kemampuan menangkal radikal bebas DPPH dari EM, EE dan EA berturut=turut adalah 76,34; 67,34 dan 62,23%. Oleh karena itu, ketiga ekstrak tersebut memiliki kemampuan tinggi untuk melepaskan satu elektron atau atom hidrogen kepada radikal difenilpikrilhidrazil (violet) sehingga terbentuk senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin yang berwarna kuning (Molyneux, 2004). Adapun urutan aktivitas penangkap radikal bebas yang terkuat adalah EM > EA > EE.

4.3 Efek ekstrak daun kunyit terhadap fotooksidasi asam linoleat
Pengaruh 500 ppm dari ekstrak EM, EE dan EA terhadap angka peroksida asam linoleat yangdiberikan cahaya sebesar 4000 lux dapat dilihat pada Gambar 2. Ekstrak EM dan EA mempunyai pengaruh yang paling kuat untuk penstabil (quencher) oksigen singlet yang diikuti oleh EE selama 5 jam penyinaran cahaya fluoresen (p<0.05). Eritrosin yang diberi cahaya (kontrol) menunjukkan perubahan angka peroksida yang terus meningkat selama penyinaran 5 jam. Kemungkinan dapat dijelaskan bahwa eritrosin yang digunakan sebagai sensitiser dapat bertindak sebagai inisiator fotooksidasi asam linoleat dan ini dibuktikan dengan naiknya angka peroksida minyak selama penyinaran 5 jam. Asam linoleat yang diberikan eritrosin tanpa menggunakan cahaya (TC) tidak menunjukkan perubahan angka peroksida secara signifikan (p<0,05). Hal ini dapat dijelaskan bahwa tanpa diberi cahaya walaupun diberikan eritrosin tak mampu menghasilkan oksigen singlet dari oksigen triplet. Fotosensitiser seperti eritrosin (Sen) dapat menyerap cahaya dan mentransformasikan menjadi keadaan tereksitasi selanjutnya berubah menjadi sensitiser pada keadaan triplet (3Sen*) yang kurang stabil. Sensitiser dapat memindahkan energinya ke oksigen pada keadaan triplet yang lebih stabil. Karena tingkat energi sensitizer sangat tinggi sehingga dapat mengubah oksigen triplet menjadi oksigen singlet. Selanjutnya oksigen singlet dapat menyerang ikatan rangkap yang terdapat dalam asam linoleat. Yang et al. (2002) melaporkan bahwa eritrosin dapat menurunkan headspace (oksigen triplet) dalam minyak kedele dengan meningkatnya konsentrasi (0, 5, 20, 100 dan 200 ppm) selama penyinaran 4 jam. Penelitian lain, menunujukkan bahwa pengaruh eritrosin terhadap metil linoleat bias membentuk hidroperoksida, hidroperoksida ini merupakan produk utama akibat terjadinya fotooksidasi oleh sensitiser (Pan et al., 2005).

Hasil uji fotooksidasi yang dilakukan terhadap asam linoleat menggunakan ekstrak daun kunyit pada beberapa konsentrasi dapat dilihat pada gambar 3. Pada gambar 3 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun kunyit serta pelarut yang digunakan dalam ekstraksi sangat berpengaruh pada aktivitas penstabil oksigen singlet terhadap fotooksidasi asam linoleat.

Pada ekstrak EM dan AE menunjukkan hasil yang sama, dimana semakin besar konsentrasi maka semakin besar persentase penghambatan oksigen singlet. Artinya bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar pula potensi ekstrak sebagai penstabil oksigen singlet. Sedangkan pada ekstrak EE, persentase penghambatan pada konsentrasi 1500 ppm menunjukkan angka yang lebih besar. Hal ini terjadi karena kemungkinan besar pada ekstrak EE terekstraksi komponen kimia yang bukan berperan sebagai penstabil oksigen singlet seperti klorofil, minyak atsiri, oleoresin dan lemak. Komponen kimia seperti klorofil mampu berperan aktif sebagai katalitik untuk menghasilkan oksigen singlet sehingga mendukung terbentuknya peroksida.

4.4 Efek ekstrak daun kunyit terhadap fotooksidasi protein
Beberapa asam amino seperti metionin, histidin, triptopan, tirosin dan cystein dalam protein secara khusus rentan terhadap oksidasi oleh oksigen singlet untuk menghasilkan karbonil (Jung et al., 1998; Min dan Boff, 2002). Penelitian ini mempelajari efeek fotooksidasi eritrosin dalam protein. Dalam penelitian ini, BSA digunakan sebagai sumber protein dan oksidasi protein ditentukan dengan mengukur kandungan protein karbonil. Setelah 4 jam disinari cahaya fluorescent dalam hadirnya eritrosin, protein karbonil meningkat dari 12,89 μM menjadi 22,73 μM (Gambar 4). Ini mengindikasikan bahwa ini benar-benar terjadi oksidasi protein selama disinari cahaya fluorescent. Akan tetapi, oksidasi ini tidak signifikan meningkat dalam kandungan protein karbonil yang teramati dalam sampel tanpa cahaya setelah 4 jam. Sampel yang diperlakukan dengan 500 ppm ekstrak kunyit dari EM, EE dan EA berturut-turut adalah 18,43; 20,82 dan 13,82 μM mampu menurunkan kandungan protein karbonil. Dari data ini menunjukkan bahwa ekstrak EA lebih kuat
menghambat oksidasi protein daripada EM dan EE setelah 4 jam disinari cahaya fluoresen.

Dari gambar 4 menunjukkan efek ekstrak daun kunyit dengan beberapa konsentrasi yaitu
500, 1000 dan 1500 ppm terhadap protein karbonil dalam fotooksidasi bovin serum
albumin (BSA) yang diinduksi oleh eritrosin. Dari ketiga konsentrasi ekstrak EM dan EE cendrung menunjukkan kemampuan menurunkan kandung
protein karbonil. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi yang diberikan semakin kecil perubahan protein karbonil yang terbentuk. Akan tetapi, ekstrak EA tidak
menunjukkan signifikan perubahan kandungan protein karbonil, ini berarti bahwa kenaikan
konsentrasi EA relatif tidak mempengaruhi pemhambatan oksidasi protein setelah 4 jam
disinari cahaya fluoresent.

Dari gambar 5, konsentrasi 500, 1000 dan 1500 ppm EM menunjukkan persentase kenaikan
penghambatan oksidasi protein berturut adalah 18,92; 21,25 dan 39,73%, sedangkan EE
berturut-turut adalah 8 Hasil ini jelas menyimpilkan bahwa ketiga ekstrak daun kunyit mampu melindungi oksidasi protein yang diinduksi oleh cahaya dan eritrosin sebagai sensitiser. Ini menarik untuk dicatat bahwa pada konsentrasi 500 ppm ekstrak EA mampu menurunkan kandungan protein karbonil besar daripada EM dan EE, sebaliknya pada konsentrasi 1500 ppm EM dan EE menunjukkan lebih besar penurunan kandungan protein karbonil daripada EA. Akan tetapi, dari data ini memperlihatkan tidak signifikan berbeda dalam karbonil antara perlakuan EM dan EE pada konsentrasi 1500 ppm.

Hasil ini jelas menunjukkan bahwa ekstrak daun kunyit sangat efektif menstabilkan oksigen singlet pada perlakuaan konsentrasi rendah. Ini telah dilaporkan bahwa oksigen singlet secara ekstrem reaktif dengan komponen biologi seperti protein, lipida dan DNA. Selain itu, hasil ini pula jelas menyarankan bahwa aktivitas perlindungan dari ekstrak daun kunyit melawan fotosensitasi eritrosin dan oksidasi protein adalah setidaktidaknya bagian yang disebabkan dari aktivitas penstabilan oksigen singlet dalam sistem.
Oksidasi protein yang menyebabkan modifikasi protein termasuk kehilangan fungsi protein, seperti aktivitas enzim, reseptor dan transport membrane serta bisa menghasilkan
dalam disfungsi biologi (Davies dan Goldberg, 1987). Dalam studi ini aktivitas perlindungan dari
ekstrak kunyit terhadap bahaya biologi yang disebabkan oksigen singlet tidak pernah dilaporkan sebelumnya. Ini diharapkan bahwa efek perlindungan dari ekstrak kunyit terhadap oksigen singlet yang menyebabkan bahaya biologi seperti yang disajikan dalam penelitian ini. Pada studi ini, bisa memberi kontribusi pada efek manfaatnya melawan oksigen singlet yang berdampak pada pathogenesis.

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Daun kunyit yang diekstraksi dengan pelarut metanol 80%, etanol 80% dan aseton 80%
mengandung senyawa fenolik, flavonoid dan tannin terkondensasi yang signifikan. Ekstrak methanol dan aseton dari daun kunyit memiliki kemampuan yang kuat sebagai penstabil oksigen singlet dan penangkal radikal bebas DPPH daripada ekstrak etanol. Ketiga ekstrak memiliki aktivitas penstabil oksigen singlet tergantung pada konsentrasi, semakin besar konsentrasi ketiga ekstrak menunjukkan aktivitas yang paling kuat.

DAFTAR PUSTAKA

• Winarsih H. Antioksidan alami dan radikal bebas : potensi dan aplikasi dalam
kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. 2007.hal.77-82.
• Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins. Edisi 7.Volume
1. Jakarta: EGC. 2007. hal.6-8.
• National Cancer Institute. Antioksidant and cancer prevention: fact sheet
(serial online) 2004 July (cited 2014 April 15) available from: URL:
www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/prevention/antioxidant.
• Nurfina, A. Turunan kurkumin sebagai penangkap radikal hidroksi, laporan
penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Yogyakarta. 1996.
• Yuhernita dan Juniarti. Analisis senyawa metabolit sekunder dari ekstrak
methanol daun durian yang berpotensi sebagai antioksidan.Makara Sains. April
2011;15(1): 48-52.
• Rukmana,Rahmat.Kunyit.Jakarta : Kanisius. 1994.hal.13-4.
• Thomas A. Tanaman obat tradisional. Jakarta : Kanisius. 2006.hal.33-5.
• Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan
obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.Jakarta : Depkes RI.
2000.hal.1-12.
• Gitawati R. Radikal bebas-sifat dan perannya dalam menimbulkan
kerusakan/kematian sel. Cermin Dunia Kedokteran. 1995;102: 33-6.
• Ardiansyah. Antioksidan dan perannya bagi kesehatan. Artikel IPTEK. 2007.
• Suryanto, E. and D. G. Katja, 2009. Free Radical Scavenging and Singlet Oxygen Quenching Activity from Curcuma Leaf Extract (Curcuma domestica Val.)